TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) menilai, penindakan yang dilakukan pemerintah terhadap angkutan ilegal atau travel gelap belum maksimal.
Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono mengatakan, penindakan yang dilakukan terhadap angkutan ilegal hanya bersifat sementara sehingga para pelaku ini kembali muncul dan terulang lagi.
"Angkutan ilegal ini tentunya menjadi masalah bagi para perusahaan transportasi yang resmi atau legal," ujar Adrianto, Sabtu (24/7/2021).
Pasalnya, menurut Adrianto, hadirnya angkutan ilegal pada periode tertentu seperti mudik, lebaran dan libur akhir tahun berdampak pada berkurangannya angkutan umum legal yang diminati masyarakat.
Sementara itu menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, angkutan ilegal semakin marak beroperasi selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Baca juga: Travel Gelap Dinilai Merugikan Operator Transportasi Legal
Angkutan ilegal ini, lanjut Budi, saat ini ada dua tipe angkutan ilegal yang beroperasi yaitu kendaraan dengan pelat kuning dengan registrasi bodong dan pelat hitam yang merupakan kendaraan pribadi yang dijadikan angkutan ilegal.
Menurut Budi, berdasarkan data dari pihak kepolisian pada operasi ketupat 2021 selama 12 hari mendapati adanya pelanggaran travel gelap atau angkutan ilegal sebanyak 835 kendaran di berbagai daerah.
"Banyaknya angkutan ilegal ini, tentu sangat merusak ekosistem transportasi resmi dan membuat para operator transportasi yang berizin atau resmi dirugikan," kata Budi.
Sedangkan bagi masyarakat, lanjut Budi, angkutan ilegal mengancam dari sisi keselamatan karena penumpang tidak memiliki jaminan asuransi.
Ia juga menjelaskan, terdapat dua angkutan ilegal yang saat ini beroperasi. Pertama, angkutan pelat kuning dengan registrasi bodong alias tak dilengkapi dengan izin penyelenggaraan atau izin pengawasan.
"Angkutan plat kuning ini, akibat adanya operator transportasi menjual kendaraannya dan dibeli oleh perorangan lalu digunakan untuk mengangkut penumpang," kata Budi.
Jenis pelanggaran kedua yaitu angkutan pelat hitam atau mobil pribadi yang disulap sebagai angkutan travel yang membawa penumpang.
"Pelaku umumnya menggunakan mobil berjenis Luxio atau Elf. Penyedia layanan travel gelap biasanya menawarkan jasa menggunakan media sosial atau pesan instan," ucap Budi.
Dalam menangani hal tersebut, Budi menyebutkan, Kemenhub tengah mendorong revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan untuk memberikan jaminan perlindungan kepada angkutan yang resmi serta masyarakat, menjaga keseimbangan suplai dan demand dan melakukan evaluasi terhadap angkutan jalan.
"Kami juga berencana akan melakukan pembahasan revisi undang-undang oleh Komisi V DPR akan dilakukan dalam waktu dekat, untuk mengatasi angkutan ilegal ini," ucap Budi.