TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Update Covid-19 di Indonesia hari ini, Minggu (25/7/2021) sebanyak 38.679 oran terkonfirmasi virus Corona.
Dengan demikian maka terjadi penuruanan dibandingkan hari sebelumnya, 45.416 orang pada Sabtu (24/7/2021).
Ini adalah angka penurunan tiga hari berturut-turut setelah sebelumnya terjadi lonjakan yang luar biasa.
Pada Jumat (23/7/2021) angka pasien terkonfirmasi sebanyak 49.071 orang dan pada Kamisnya sebanyak 49.509.
Baca juga: Fakta Pasien Covid-19 Disiksa hingga Diseret di Jalan, Sempat Meludahi Tangan Lalu Dekati Warga
Dengan demikian angka terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia hingga kini sebanyak 3.166.505 dan yang telah sebuh sebanyak 2.509.319 orang.
Meski demikian angka kematian masih terbilang tinggi bahkan paling tinggi di dunia yaitu sebanyak 1.266 orang yang meninggal karena Covid-19 pada hari ini.
Total pasien Covid-19 yang meninggal hingga saat ini sebanyak 83.279.
Dampak PPKM
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan dampak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Baca juga: Pangdam III Siliwangi Ajak Masyarakat Jawa Barat Segera Ikut Vaksinasi Covid-19
Walaupun pemerintah menyebut ada angka penurunan kasus, itu juga karena testing yang menurun.
Dicky mengatakan hampir seluruh wilayah Indonesia, berdasarkan laporan WHO penambahan kasusnya lebih dari 50 persen dalam sebulan terakhir ini.
“Itu menunjukkan situasi saat ini masih sangat kritis. Bahkan jika dibandingkan tahun lalu atau bulan-bulan lalu di tahun 2021, saat ini laju penyebaran virus sangat tinggi, Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Dicky kepada Tribunnews, Minggu (25/7/2021).
Covid-19 varian delta memimpin penyebaran yang sangat cepat dan tak ia pungkiri kemungkinan adanya varian virus lainnya.
Baca juga: Bantu Warga Terdampak Covid-19, TMP Bagikan 3.000 Paket Sembako dan Masker di Jabodetabek
Ini memberikan ancaman terhadap tingginya angka hunian rumah sakit, terutama angka kematian, baik yang ada fasilitas layanan Kesehatan maupun kematian akibat isolasi mandiri.
“Kita melihat angka kematian yang selalu diatas 1000 ini, menunjukkan bahwa situasi sangat serius. Karena kematian adalah indikator keparahan dari situasi pandemic di suatu negara,” kata Dicky.
Dengan indikator kematian tersebut, tidak logis menurutnya jika pada beberapa waktu terakhir tren angka kasus harian menurun jauh dibawah 100.000, mengingat banyaknya jumlah penduduk Indonesia.
Artinya masih banyak kasus di tengah masyarakat yang belum terdeteksi.
Oleh karena itu, jika PPKM Daruarat terpaksa dilonggarkan, maka menurutnya pemerintah harus mencari opsi solusi berupa kompensasi terhadap situasi yang masih serius ini.
“Dengan cara apa? Meningkatkan testing setidaknya satu juta. Tidak mesti PCR, testing bisa dengan rapid test antigen, bahkan sekarang sudah ada yang harganya dibawah 5 dollar
Testing yang ditingkatkan memakai pola yang aktif di masyarakat. Testing sebagai salah satu jalan pendukung pengendalian pandemi yang efektif menurutnya, meskipun tidak ada PPKM maupun PSBB.
Epidemiolog itu sangat menyarankan testing dilakukan dengan gratis dan tidak dibebankan pada masyarakat.
“Karena memang itu yang pas. Sejak awal pandemi, kita harus melakukan dan memilih strategi yang cost effective, tapi memiliki daya ungkit yang besar terhadap pengendalian aspek Kesehatan dan bahkan menghindari beban yang lebih besar di aspek ekonomi, sosial, politik,” kata Dicky.
“Dari awal saya sampaikan 3 T itu, tentu dengan isolasi dan karantina yang efektif. Dan dilakukan juga dengan program kunjungan rumah. Ditambah lagi program vaksinasi yang sudah kita lakukan,” ujarnya
Strategi ini yang menurutnya tepat dilakukan pemerintah, strategi yang sifatnya berkesinambungan.
Karena kebijakan pembatasan kegiatan menurutnya tidak cocok dilakukan di Indonesia. Selain berat bagi untuk pemerintah tapi juga untuk masyarakat Indonesia.
“Beban 3 T ini ada di pemerintah, sehingga kita bisa keluar dari situasi kritis,” ujarnya. (Larasati Diah Utami)