TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Kesejahteraan Rakyat (Puskesra) meminta pemerintah mengawasi secara ketat produksi dan distribusi obat-obatan penanganan Covid-19.
Alasannya, potensi terjadinya monopoli harga serta kelangkaan amatlah besar seiring permintaan obat yang makin tinggi.
Pemerintah juga harus memastikan adanya distribusi yang merata terhadap produksi obat-obatan untuk pasien Covid-19.
Yakni tidak saja melibatkan perusahaan-perusahaan farmasi besar, melainkan memberikan peranan kepada perusahaan farmasi skala menengah ke bawah.
Sehingga, produksi dan distribusi obat bisa makin masif serta roda ekonomi berputar.
Direktur Eksekutif Puskesra, Rafles Hasiholan menilai akibat tidak meratanya produksi dan distribusi obat-obatan penanganan Covid-19, rakyat kesulitan untuk mendapatkan obat di apotek-apotek kecil.
Pernyataan ini disampaikan Rafles di Jakarta, Selasa (10/8/2021).
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Bekasi, Anggota DPR Intan Fauzi Apresiasi Antusiasme Warga
"Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan video Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan sidak ke apotek kecil untuk mengecek persediaan obat-obatan untuk pasien Covid-19. Saat itu Presiden tidak menemukan satupun obat dan hanya ada beberapa multivitamin. Ini menjadi bukti nyata bahwa obat-obatan untuk pasien Covid-19 belum terdistribusi merata," kata Rafles.
Presiden kemudian menanyakan kepada Menteri Kesehatan kenapa obat-obatan penanganan Covid-19 tidak ada di apotek-apotek kecil tersebut.
Menteri Kesehatan memberitahukan kepada Presiden bahwa obat-obatan Covid-19 dapat ditemukan di apotek-apotek tertentu milik BUMN dan perusahaan farmasi besar.
"Situasi yang dialami langsung oleh Presiden Jokowi menunjukkan gambaran nyata distribusi obat-obatan penanganan Covid-19 yang belum merata dan sepertinya dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan besar saja. Padahal rakyat seharusnya dipermudah untuk dapat mengakses obat Covid-19," tegas Rafles.
Berdasarkan informasi yang Puskesra dapatkan, beberapa obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi besar ini harganya dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) di pasaran.
Baca juga: Kasus Covid di Jakarta Masih Tinggi, SCG Distribusikan Tabung Oksigen dan HFNC ke Pemprov DKI
Selain itu, terdapat juga obat yang disegel dan dilarang produksi oleh pihak BPOM.
"Kami mendapatkan informasi bahwa obat Ivermectin yang menjadi optional use dalam pengobatan Covid-19, saat ini peredarannya sudah sangat langka karena BPOM telah empat minggu menyegel dan melarang produksi obat tersebut dengan alasan adanya administrasi dan prosedur yang belum lengkap dari perusahaan terkait," kata Rafles.