Menurutnya, varian Covid-19 terus bermutasi sehingga pemerintah perlu melakukan revisi dalam sistem ketatanegaraan untuk menghadapinya.
"Kalau kita lihat varian (Covid-19) ini bermutasi kita bisa saja menghadapi multiple wave di masa depan. Saya mengatakan bahwa sistem bernegara kita, tata kelola bernegara kita musti perlu ada revisi secara nasional," ujarnya.
Dikatakannya, selama ini sistem tidak berjalan untuk menghadapi keadaan darurat.
Ia mencontohkan, garis komando dari Pemerintah Pusat tidak berjalan mulus sampai ke tingkat Pemerintah Provinsi, hingga Pemerintah Kabupaten/Kota.
"Itu perlu perbaikan sana-sini. Menangani 3 T (Testing, Tracing, Treatmen) belum satu garis," katanya.
Luhut mengatakan, pentingnya seluruh pemangku kepentingan bersatu untuk mengendalikan pandemi Covid-19.
Ia mengingatkan tidak ada boleh ada lembaga yang merasa lebih hebat dari yang lain, karena situasi saat ini membutuhkan peran yang kolaboratif.
"Tidak ada yang paling hebat, yang hebat adalah yang dapat bekerja sama dalam tim," tutur Luhut.
Hal senada disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang hingga 30 Agustus, 16 Kab/Kota Turun ke Level 3 Termasuk Jabodetabek
Ia meminta organisasi kemasyarakatan (ormas) dan seluruh elemen masyarakat untuk bergandengan tangan dalam menghadapi pandemi Covid-19, beserta dampak turunannya.
Ia menyadari, pandemi Covid-19 yang merupakan wabah di sektor kesehatan telah merambah dan menimbulkan krisis di bidang lainnya, seperti ekonomi, keuangan dan sosial.
Menurutnya, hal ini harus dihadapi dan ditangani secara bersama, termasuk dalam urusan percepatan vaksinasi.
"Populasi negara kita sangat besar, tidak bisa Apple to Apple dibandingkan dengan negara kecil yang penduduknya hanya puluhan ribu, ratusan ribu atau hanya sekian juta," katanya.
Menurut Mendagri, dalam sistem negara demokrasi, pemerintah bukanlah satu-satunya yang memiliki peran dominan dalam melaksanakan pembangunan.