Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan, pembukaan pesantren di tengah pandemi Covid-19 dapat dilakukan.
Syaratnya, para santri dan pengasuh sudah divaksin dan seluruh protokol kesehatan diterapkan secara ketat.
Ia menuturkan, saat ini sudah lebih dari 75 juta orang menerima vaksinasi dosis pertama hingga 15 September 2021.
“Kondisi membaik, tetapi harus tetap waspada. Silahkan buka pesantren. Selama memenuhi prokes,” ujarnya dalam Istighotsah Nahdlatul Ulama dan Penguatan Informasi COVID-19 di Indonesia, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Ketua Satgas Covid-19 PB IDI: Silakan Buka Pesantren, Syaratnya Sudah Divaksin dan Memenuhi Prokes
Prof. Zubairi mengingatkan, orang dengan komorbid atau penyakit penyerta justru semakin memerlukan vaksin. Vaksinasi hanya perlu ditunda selama kondisi tubuh belum memungkinkan.
“Silahkan konsultasi ke fasilitas kesehatan. Siapa yang belum vaksinasi, secepatnya daftar. Pada prinsipnya, dalam kondisi pandemi, yang terbaik adalah yang di dekat kita,” ujarnya.
**Majelis Ulama Izinkan 9 Jenis Vaksin Covid-19 di Indonesia**
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa vaksin halal dan boleh dipakai. Mencegah penyebaran COVID-19 juga dinyatakan sebagai ibadah.
Ketua Bidang Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan, sangat jelas bahwa semua penyakit ada obatnya. COVID-19 pun tidak lepas dari hal itu.
MUI telah meneliti seluruh 9 vaksin yang diizinkan beredar di Indonesia. Ada vaksin yang dipastikan halal dan suci sejak proses awal hingga akhir.
Di sisi lain, ada vaksin yang bersentuhan dengan zat haram selama prosesnya.
Meski demikian, MUI berpendapat vaksin-vaksin itu tetap boleh digunakan. Kebolehan itu didasarkan pada kondisi darurat. Vaksin yang dipastikan halal dari awal sampai akhir hanya bisa mencukupi sebagian kebutuhan vaksin. Karena itu, vaksin lain diperlukan untuk memenuhi target vaksinasi.
Seperti Zubairi, KH Cholil Nafis sepakat pesantren perlu dibuka. Sebab, pesantren dan pengasuhnya diisolasi dalam suatu tempat. Mereka tidak berinteraksi dengan pihak di luar pesantren.