Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, OXFORD - Sebuah penelitian yang diterbitkan Oxford University menyebut bahwa pandemi virus corona (Covid-19) telah mengurangi harapan hidup orang di dunia pada 2020, dengan jumlah terbesar sejak Perang Dunia II, serta harapan hidup pada laki-laki Amerika turun lebih dari dua tahun.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (27/9/2021), harapan hidup di 22 dari 29 negara yang dianalisis dalam penelitian ini turun lebih dari enam bulan dibandingkan tahun 2019.
Begitu pula ada pengurangan harapan hidup di 27 dari 29 negara secara keseluruhan.
Baca juga: Ketua DPR RI Ingatkan Warga Virus Corona Masih Ada dan Nyata
Baca juga: Jokowi Tegaskan Pembangunan Ibu Kota Baru Tetap Berjalan Meski Pandemi, Ini Tanggapan Pengamat
Perlu diketahui, begara yang masuk dalam penelitian ini membentang dari Eropa, Amerika Serikat (AS), hingga Chili.
Universitas tersebut mengatakan bahwa sebagian besar pengurangan harapan hidup di berbagai negara dapat dikaitkan dengan kematian resmi akibat Covid-19.
Baca juga: IDAI Minta Anak di Bawah 12 Tahun Segera Divaksinasi Covid-19, Paling Telat 2022
Seperti yang disampaikan salah satu penulis makalah yang diterbitkan dalam International Journal of Epidemiology, Dr Ridhi Kashyap.
"Fakta bahwa hasil kami menyoroti dampak besar yang secara langsung dapat dikaitkan dengan Covid-19 menunjukkan betapa dahsyatnya kejutan itu bagi banyak negara," kata Dr Kashyap.
Sementara itu, terdapat penurunan yang lebih besar dalam harapan hidup untuk kelompok laki-laki dibandingkan perempuan pada sebagian besar negara, dengan penurunan terbesar ada pada laki-laki Amerika yang mengalami penurunan harapan hidup sebesar 2,2 tahun dibandingkan tahun 2019.
Di AS, peningkatan angka kematian terutama terjadi pada mereka yang berusia produktif dan di bawah 60 tahun.
Sementara di Eropa, kematian yang terjadi diantara orang-orang berusia di atas 60 tahun berkontribusi lebih signifikan terhadap peningkatan angka kematian.
Dr Kashyap pun mengimbau kepada lebih banyak negara, termasuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk membuka publikasi data kematian agar bisa dilakukan studi lebih lanjut.
"Kami sangat mendesak publikasi dan ketersediaan lebih banyak data terpilah untuk lebih memahami dampak pandemi secara global," tegas Dr Kashyap.