Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah tetap mendorong Program Keluarga Berencana (KB) kepada masyarakat.
Hal tersebut bertujuan untuk membangun keluarga yang berkualitas sekalugus melakukan edukasi kesehatan reproduksi.
Di masa pandemi terdapat peningkatan angka kehamilan tidak direncanakan serta pengajuan dispensasi pernikahan atau pernikahan di bawah umur.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, kehamilan tidak direncanakan setidaknya dapat bersumber pada dua hal.
Yakni pasangan usia subur yang tidak segera melakukan kontrasepsi pasca persalinan atau abortus, serta kehamilan tanpa pernikahan.
“Keduanya bisa terjadi karena mereka tidak memahami kesehatan reproduksi, sehingga perlu diberikan edukasi atau pemahaman terkait masalah ini,” ujar Hasto dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Rabu (29/9/2021).
Untuk memberikan sosialisasi dan layanan kontrasepsi, BKKBN terus menggiatkan program keluarga berencana (KB) di daerah-daerah, terutama selama masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Kisah Petugas Kesehatan di Solok Selatan, Lewati Jalan Berlumpur untuk Lakukan Vaksinasi Covid-19
Banyak perempuan usia produktif yang tidak berani datang ke fasilitas keluarga berencana selama pandemi karena takut tertular virus corona.
Untuk mengatasi hal ini, BKKBN melakukan terobosan penyuluhan proaktif door to door (pintu ke pintu) untuk penyuluhan kontrasepsi dan mempermudah cara mendapatkan layanan tersebut.
“BKKBN mengubah strategi. Penyuluh kini boleh membawa alat kontrasepsi yang disampaikan ke fasyankes. Kami juga membuka layanan KB di banyak titik, juga meluncurkan Gerakan Sejuta Akseptor dan melakukan pemasangan alat kontrasepsi gratis, mudah diakses dan tersedia,” kata Hasto.
Selain itu, BKKBN juga menyalurkan Dana Alokasi Khusus ke kabupaten/kota.
Baca juga: Lebih dari 51 Ribu Kasus Covid-19 Terjadi di Penjara Malaysia, Termasuk Bayi yang Baru Lahir
"Jika sebelum pandemi dana untuk program KB Rp62 miliar, maka pada 2020-2021 ditingkatkan menjadi Rp400 miliar,” ujar Hasto.
Klaim BPJS untuk pemasangan alat kontrasepsi juga dipermudah.
“Anggaran bisa diklaim ke dinas Keluarga Berencana kota setempat, terkait jasa bidan dan dokter yang melakukan jasa pemasangan kontrasepsi,” kata Hasto.
Terkait edukasi reproduksi, Dokter Kebidanan ini menjelaskan pentingnya mengubah persepsi tentang pendidikan seksual, mengingat pendidikan ini sangat perlu dilakukan sejak dini, bahkan kepada anak-anak.
Pendidikan seksual menurutnya, tidak sekadar tentang hubungan seksual, melainkan juga perlindungan kesehatan sehingga jangan dianggap tabu.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Sanksi Tegas Jika Mal dan Kantor Abai Prokes Covid-19
Karena itu, kepada orang tua dan pendidik, ia menyarankan memulai pembicaraan edukasi seksual dari sisi kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan usia, dituangkan dalam materi yang menarik dan penyampaian yang baik.
Agar anak nyaman, pemberian materi oleh guru atau coach sebaiknya yang berjenis kelamin sama dengan anak.
Hasto tidak memungkiri, dalam era globalisasi ini, anak dan remaja cenderung lebih mempercayai informasi dari dunia maya dan teman sebaya, sehingga orang tua memiliki tantangan tersendiri untuk menyampaikan nilai-nilai luhur kepada anak.
Karena itu, diharapkan orang tua mau belajar agar dapat mendidik anak sesuai zamannya.