TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan mengenai apa itu obat Proxalutamide, obat yang diklaim dapat mengobati pasien Covid-19.
Diketahui, pemerintah tengah menjajaki sejumlah alternatif obat lain untuk penyembuhan Covid-19.
"Selain Molnupiravir dari Merck dan AT-527 dari Roche and Athea, saat ini terdapat obat Proxalutamide yang sedang dalam tahap uji klinis ketiga di Indonesia dan sedang berproses di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (18/10/2021).
Menurut Luhut, baik Molnupiravir, Proxalutamide, maupun AT-527 mempunyai potensi untuk menjadi obat Covid-19.
Baca juga: Apa Itu Molnupiravir? Obat Pil yang Diklaim Mampu Mengurangi Risiko Covid-19
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Indonesia Capai 172 Juta Dosis
Uji Klinis Proxalutamide
Dikutip dari Reuters, Proxalutamide merupakan obat kanker prostat eksperimental yang diklaim dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien Covid-19 yang tengah dirawat di rumah sakit Brasil.
Obat Proxalutamide ini dikembangkan oleh Kintor Pharmaceuticals China.
Obat ini bekerja dengan cara memblokir efek hormon androgen dengan menonaktifkan "reseptor" pada permukaan sel.
Sebelum virus corona dapat menembus sel dan menginfeksinya, maka sel "disiapkan" oleh protein yang disebut TMPRSS2 yang telah diatur oleh reseptor androgen.
Berdasarkan uji coba di Brasil, sebanyak 645 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit menerima proxalutamide selama 14 hari atau plasebo, dan ditambah dengan perawatan standar.
Setelah dua minggu, tingkat pemulihan mencapai 81,4% untuk kelompok proxalutamide dibandingkan 35,7% untuk mereka yang mendapat plasebo.
Kemudian setelah empat minggu, sebanyak 49,4% pasien pada kelompok plasebo meninggal, sementara pasien penerima proxalutamide hanya 11% yang meninggal.
Sementara itu, dikutip dari Science, Presiden Jair Bolsonaro memuji Proxalutamide sebagai obat ajaib dan mendorong dokter Brasil untuk memberi dosis obat tersebut pada pasien terkonfirmasi Covid-19.
Namun, sejumlah ilmuwan mengimbau untuk tetap waspada.
Dugaan penyimpangan dalam uji klinis dilaporkan telah memicu penyelidikan oleh Komisi Etik Nasional di Brasil.
"Hasil ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan," kata Eric Topol, Wakil Presiden Eksekutif Scripps Research Translational Institute.
"Hampir tidak ada intervensi medis dalam sejarah kedokteran yang memiliki manfaat sebesar ini, tidak terkecuali dengan Covid-19." lanjutnya.
Baca juga: Penelitian Tunjukkan Vaksin Covid-19 Kurang Efektif pada Sebagian Pasien Kanker, Imunitas Pemicunya
Baca juga: Mengenal Obat AT-527, Kandidat Antivirus Oral untuk Penanganan Covid-19
Tetapi, ide dari penelitian ini dianggap masuk akal oleh sejumlah ilmuwan lainnya.
Proxalutamide sebenarnya tidak disetujui di negara mana pun dan untuk kondisi apa pun, tetapi pabrikannya, Kintor Pharmaceuticals di China, merekrut pasien untuk mengujinya di beberapa pusat di Amerika Serikat.
Untuk studi Covid-19, Kintor bekerja sama dengan Applied Biology, sebuah perusahaan perawatan rambut rontok yang berbasis di California.
Pada bulan Februari, Cadegiani yang merupakan direktur klinis Applied Biology melaporkan temuan awal yang menggembirakan yakni Proxalutamide dapat membantu pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dengan gejala ringan hingga sedang dapat bersih dari virus lebih cepat daripada mereka yang diberi plasebo.
Sebagai informasi, karena proxalutamide belum disetujui atau dijual di Brasil, beberapa dokter mulai mengobati Covid-19 dengan obat antiandrogen dan kanker prostat lainnya, seperti dutasteride dan bicalutamide.
"Kami tidak dapat menempatkan kesehatan penduduk Brasil dalam risiko dengan pedoman tanpa bukti ilmiah," kata Clóvis Arns da Cunha, yang mengepalai Masyarakat Brasil untuk Penyakit Menular.
(Tribunnews.com/Latifah)(Kompas.com)