TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kabinetnya untuk menurunkan harga tes PCR hingga Rp300 ribu.
Saat ini tarif tes PCR untuk wilayah Jawa dan Bali dikenakan harga tertinggi sebesar Rp 495 ribu, sedangkan di luar Jawa dan Bali memiliki harga tertinggi sebesar Rp 525 ribu.
Perintah itu disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300ribu," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (25/10/2021).
Tak hanya meminta harga tes PCR turun, Jokowi juga meminta agar syarat perjalanan dilonggarkan.
Jika sebelumnya masa berlaku tes PCR adalah 2x24 jam, kini masa berlakunya itu diperpanjang menjadi 3x24 jam.
Baca juga: Harga PCR Akan Diturunkan Jadi Rp 300 Ribu, Berapa Tarif di Negara Tetangga?
”Masa berlakunya selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat," kata Luhut.
Ini kali kedua Jokowi memerintahkan agar harga tes PCR diturunkan. Sebelumnya Jokowi juga pernah memerintahkan penurunan harga tes PCR.
Perintah itu ia sampaikan pada Agustus 2021 lalu ketika harga tes PCR berada di angka Rp 900 ribu hingga RP 1 juta.
Setelah perintah itu, tes PCR yang berkisar di harga Rp1 juta turun menjadi Rp495 ribu hingga Rp525 ribu.
Namun demikian, sejumlah penyedia layanan tes PCR kemudian diduga mengakali Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah itu dengan istilah "PCR Ekspress".
Alhasil, harga tes PCR kemudian naik berkali-kali lipat. Bahkan ada yang mencapai Rp1,9 juta.
Baca juga: Pemerintah Segera Terapkan Syarat Tes PCR bagi Pengguna Moda Transportasi Lain
Persoalan ini makin mengemuka lantaran adanya aturan terbaru yang mewajibkan seluruh perjalanan udara menggunakan hasil negatif tes PCR sebagai syarat.
Luhut mengatakan pemerintah mendengar berbagai kritik soal penerapan tes PCR. Akan tetapi pemerintah tetap memberlakukan syarat tersebut sebagai pencegahan.
"Kami mendapat banyak masukan dan kritik dari masyarakat terkait dengan kebijakan PCR, mengapa kasus turun dan level PPKM jadi turun justru ditetapkan kebijakan PCR untuk pesawat," ujar Luhut yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali tersebut.
Menurut Luhut, banyak negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 pascarelaksasi pembatasan.
Padahal negara-negara itu mempunyai tingkat vaksinasi Covid-19 yang lebih tinggi dari Indonesia.
"Kita belajar dari banyak negara yang melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, kemudian kasusnya meningkat pesat meskipun tingkat vaksinasi mereka jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia," tuturnya.
Menurut Luhut, relaksasi yang dilakukan di Eropa itu cenderung terlalu dini.
"Kita hari ini tidak boleh lengah karena kasusnya rendah. Karena banyak negara lain terutama di Eropa yang mengalami kenaikan kasus signifikan meski vaksinasi cukup tinggi. Di negara tersebut relaksasi kegiatan sosial dilakukan dengan cepat dan prokes dilupakan," ujar Luhut dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden.
Dengan lonjakan kasus yang masih terjadi di berbagai negara itu, Luhut meminta masyarakat memahami kebijakan pengetatan yang masih diambil oleh pemerintah.
Apalagi di saat yang sama mobilitas masyarakat di Indonesia mulai meningkat setelah adanya penurunan level PPKM.
Ia mencontohkan mobilitas di Provinsi Bali saat ini sudah sama dengan musim libur akhir tahun lalu. Luhut memprediksi peningkatan akan terus terjadi hingga akhir tahun ini.
"Perlu dipahami kebijakan PCR ini diberlakukan karena kami melihat risiko penyebaran yang meningkat karena mobilitas penduduk yang meningkat beberapa minggu terakhir," kata Luhut.
"Ini saya mohon dimengerti. Jadi kalau ada langkah-langkah kami yang kelihatan ketat, kami memang mempertimbangkan betul karena kalau sudah nyebar baru pada ribut. Lebih bagus kami sekarang ketat tapi longgar, misal saya katakan itu semua industri bisa kita kendalikan 100 persen buka tapi traveling yang susah dikontrol kita lakukan pengendalian di sana-sini," lanjutnya.
Luhut juga menyampaikan agar apa yang terjadi di negara seperti di kawasan Eropa dijadikan pelajaran. Salah satunya dengan meningkatkan penerapan aplikasi PeduliLindungi di berbagai aktivitas.
"Belajar pada kenaikan kasus di negara lain, tidak boleh mengendurkan pengetatan 3T-3M dan disiplin penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Kejenuhan saat ini terlihat dilakukan penerapan prokes harus dapat dihilangkan dengan adanya pengawasan dan enforcement yang lebih kuat terhadap penggunaan PeduliLindungi di berbagai sektor yang berkurang terhadap pandemi COVID-19," kata Luhut.(tribun network/fik/dod)