Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV - Israel telah melarang semua turis asing memasuki negara itu dan menugaskan dinas intelijen untuk menemukan dan melacak varian baru virus corona (Corona) 'Omicron' pada semua pendatang baru.
Aturan baru ini mulai berlaku pada Minggu malam waktu setempat, menjadikan Israel sebagai negara pertama yang sepenuhnya menutup perbatasan terhadap warga negara asing, setidaknya selama 14 hari ke depan.
Ini terjadi setelah pertemuan darurat yang dilakukan Kabinet Corona negara itu.
Baca juga: Pfizer: Vaksin Baru Siap dalam 100 Hari Jika Varian Covid-19 Omicron Kebal Terhadap Vaksin Saat Ini
Baca juga: WHO: Tak Perlu Panik Pada Strain Omicron, Belum Tahu Bisa Kurangi Efektivitas Vaksin Atau Tidak
Namun negara tersebut hanya akan memberikan izin khusus jika Komite memberikan pengecualian.
"Pemerintah Israel bekerja secara cepat dan penuh semangat berkat kesimpulan yang dirumuskan setelah latihan nasional 'Omega' yang mensimulasikan berbagai situasi terkait kemunculan varian baru," kata Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.
Pernyataan Bennet itu merujuk pada latihan nasional yang dilakukan dua kali pada pekan lalu untuk menilai kesiapan Israel dalam menangani varian baru yang tidak diketahui.
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (28/11/2021), semua warga negara Israel yang kembali dari luar negeri, bahkan mereka yang telah divaksinasi penuh dengan dua dosis dan penguat (booster) pun akan dipaksa untuk melakukan karantina setidaknya selama tiga hari.
Sedangkan mereka yang berasal dari negara-negara 'red list' harus tinggal di hotel yang dikelola militer sampai tes mereka menunjukkan hasil negatif sebanyak dua kali.
Lalu bagi mereka yang telah mengunjungi negara Afrika selama sepekan terakhir didesak untuk menjalani tes dan isolasi secara sukarela.
Sementara itu, badan keamanan internal Shin Bet ditugaskan untuk memantau kepatuhan menggunakan kemampuan teknologi pelacakan ponselnya.
Program pelacakan kontak yang kontroversial ini kali pertama digunakan selama munculnya virus penyebab Covid-19 yakni SARS-Cov-2 pada 2020.
Sejak saat itu, program ini dinyatakan 'tidak lagi dapat dibenarkan' oleh Pengadilan Tinggi Israel.
Perlu diketahui, tindakan keras itu diberlakukan saat ini setelah Israel mendeteksi satu kasus yang dikonfirmasi dan tujuh kasus dugaan varian baru B.1.1.529, yang kali pertama didaftarkan pada awal bulan ini di Botswana.
Selama pertemuan darurat pada Jumat lalu, Oganisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menetapkan strain baru ini sebagai 'varian yang menjadi perhatian' dan menyebutnya sebagai 'Omicron'.
Kekhawatiran yang berkembang terhadap varian Omicron ini pun segera memicu diberlakukannya larangan perjalanan global, dengan penerbangan dari Afrika Selatan dan beberapa negara tetangganya dilarang oleh semakin banyak negara di dunia.
Sementara itu, sejauh ini hanya sedikit yang diketahui tentang varian tersebut.
Namun para ahli di seluruh dunia telah memperingatkan tentang beberapa mutasi dan potensi infeksi.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Eropa menetapkan varian itu sebagai risiko 'tinggi hingga sangat tinggi'.
Lembaga itu menilai ada 'ketidakpastian yang cukup besar terkait dengan penularan, efektivitas vaksin, risiko infeksi ulang, dan sifat lain dari varian Omicron'.