TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini gejala varian baru Covid-19, Omicron, varian jenis B.1.1.529 yang pertama kali terdeteksi di Benua Afrika.
Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan, Dr Angelique Coetzee, menggambarkan gejala Omicron "sangat ringan".
Diketahui, Coetzee adalah sosok yang pertama kali memperingatkan kemunculan Omicron ini.
Dikutip dari CNBC, Coetzee mengatakan, pada 18 November 2021 ia mulai melihat pasien datang dengan "gejala yang tidak biasa", yang sedikit berbeda dari varian Delta.
"Dimulai dengan seorang pasien lelaki berusia 33 tahun, dan dia berkata padaku dia sangat lelah selama beberapa hari terakhir."
Baca juga: Virus Omicron Terdeteksi di 23 Negara, Terbanyak Afrika Selatan dengan 77 Kasus
Baca juga: Sudah Tepat Kebijakan Pemerintah Cegah Varian Omicron Masuk ke Indonesia
"Dia juga merasakan sakit dan nyeri di tubuhnya, ditambah sedikit sakit kepala," beber Coetzee pada BBC, Minggu (28/11/2021).
Pasien itu, kata Coetzee, tidak mengalami sakit tenggorokan, namun terasa gatal.
Tetapi, ia tidak mengalami gejala batuk dan kehilangan rasa atau bau, gejala yang dikaitkan dengan jenis virus sebelumnya.
Coetzee menyebut, ia menguji pasien itu dan hasilnya positif.
Tak hanya itu, empat anggota keluarga si pasien juga dinyatakan positif Covid-19 varian Omicron.
Di hari itu, ia juga melihat lebih banyak pasien bergejala sama, yang berbeda dari varian Delta.
Sekitar setengah dari pasien Coetzee diketahui tidak divaksinasi.
Hal tersebut mendorongnya memperingatkan komite penasihat vaksin Afrika Selatan, di mana ia menjadi anggotanya.
Pasien varian Omicron lain yang Coetzee lihat sejauh ini, juga mengalami apa yang ia gambarkan sebagai gejala "sangat ringan".
Ia menambahkan, rekan-rekannya juga telah mencatat kasus serupa.
Baca juga: Dikucilkan Gara-gara Omicron, Afrika Selatan Kritik Aturan Pembatasan Banyak Negara
Baca juga: Waspada Covid-19 Varian Omicron, Pemerintah Indonesia Lakukan Tindakan Pencegahan dan Prokes Ketat
Kendati menilai gejala Omicron "sangat ringan", Coetzee mengaku khawatir jika varian baru ini menginfeksi lansia yang tidak divaksinasi.
"Yang harus kita khawatirkan sekarang adalah saat orang yang lebih tua dan tidak divaksinasi, terinfeksi varian baru."
"Jika mereka tidak divaksinasi, kita akan melihat banyak orang mengalami penyakit parah," pungkasnya, dilansir The Telegraph.
Gejala Omicron
Mengutip Metro.co.uk, sejauh ini laporan mengenai gejala Omicron disebutkan "sangat ringan".
Diyakini, Omicron menunjukkan gejala yang sama seperti varian Covid-19 lainnya.
Dirangkum dari Metro.co.uk dan NDTV, berikut gejala Omicron:
1. Suhu tinggi di bagian dada atau punggung;
2. Kelelahan luar biasa;
3. Tidak ada penurunan signifikan tingkat saturasi oksigen;
Baca juga: Pejabat Negara Dilarang Berpergian ke Luar Negeri Cegah Masuknya Varian Omicron
Baca juga: Covid-19 Varian Omicron Telah Terdeteksi di 24 Negara, Australia hingga Amerika, Berikut Daftarnya
4. Tidak mengalami kehilangan rasa atau bau;
5. Tenggorokan gatal;
6. Sebagian besar pasien pulih tanpa rawat inap.
Kendati gejalanya digambarkan sangat ringan, Omicron menular dengan cepat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern (VcO) tanpa melewati kategori Variant of Interest (VoI).
Mengutip covid19.go.id, alasan Omicron masuk dalam kategori VoC adalah karena peningkatan risiko infeksi ulang varian ini lebih tinggi dibanding VoC lainnya.
“Dalam beberapa minggu terakhir, infeksi telah meningkat tajam, bertepatan dengan deteksi varian B.1.1.529."
"Infeksi B.1.1.529 terkonfirmasi pertama yang diketahui berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 9 November 2021,” demikian penjelasan WHO yang dipublikasikan pada Jumat (26/11/2021).
Lantas, apakah vaksin Covid-19 atau booster efektif melawan Omicron?
Bukti saat ini menunjukkan Omicron bisa menjadi lebih resisten terhadap vaksin, dibanding varian lainnya.
Baca juga: Ditemukan Varian Omicron di Arab Saudi, Sapuhi: Jemaah Umrah Asal Indonesia Masih Boleh Masuk
Baca juga: Kasus Covid-19 Pecah Rekor, Korea Selatan Batalkan Pengecualian Karantina untuk Atasi Varian Omicron
Hal ini lantaran jumlah mutasi yang dimiliki jenis B.1.1.529, dan fakta bahwa protein lonjakannya punya perubahan yang berbeda.
Namun, terlalu dini untuk mengatakan apakah Omicron benar-benar resisten terhadap vaksin.
Kata Ahli Epidemiologi
Para ahli epidemiologi dan pakar lainnya memperingatkan terlalu sedikit data untuk menarik kesimpulan mengenai gejala Omicron.
Dibanding hal itu, mereka sangat mengkhawatirkan soal seberapa cepatnya Omicron, dengan jumlah mutasi yang tinggi, bisa menular, serta bagaimana 'perlawanan' varian ini terhadap vaksin.
"Saya tidak berpikir kita tahu apa-apa tentang virulensi (keganasan suatu penyakit)."
"Yang lebih kami khawatirkan adalah kemampuan (Omicron) menular dan kemampuannya menghindari kekebalan," ujar Dr Amesh Adalja, seorang dokter penyakit menular, sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins, dikutip dari NBC News.
Adalja mengatakan, ia menduga vaksinasi masih akan memberikan perlindungan kuat terhadap penyakit parah.
Sementara, orang yang tidak divaksinasi yang punya kekebalan alami dari infeksi Covid sebelumnya, dapat berisiko lebih tinggi untuk terkena virus lagi.
Disisi lain, Profesor Epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Mailman Universitas Columbia, Stephen Morse, tak hanya mengkhawatirkan soal mutasi Omicron, melainkan juga lokasi di mana varian ini ditemukan.
Varian ini memiliki sejumlah mutasi lonjakan yang belum pernah terlihat sebelumnya.
"Antigen yang kami gunakan dalam vaksin secara khusus adalah protein lonjakan, jadi selalu ada kekhawatiran bahwa semakin banyak mutasi yang Anda lihat pada protein lonjakan, semakin besar kemungkinan ia dapat menghindari kekebalan," ujarnya.
"Kami masih belum benar-benar tahu," tambahnya.
Direktur Bioinformatika dari Pusat Genomik Patogen dan Evolusi Mikroba di Institut Harvey untuk Kesehatan Global, Ramon Lorenzo-Redondo, menyebut masih harus memastikan apakah Omicron akan menyebar secara cepat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi lebih tinggi.
"Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah varian ini akan menyebar. Mungkin faktor lain, seperti vaksinasi yang lebih tinggi, akan menghentikan Omicron," katanya.
Sejauh ini, Omicron telah terdeteksi di Inggris, Belanda, Hong Kong, Belgia, dan sejumlah negara lainnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)