News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Dunia Tidak Boleh Salahkan Afrika karena Kurang Vaksinasi, Ahli: Akses Mereka Dibatasi

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, CAPE TOWN - Seorang Pakar dari Afrika Selatan, Solly Moeng mengatakan bahwa komunitas internasional seharusnya tidak menyalahkan negara-negara Afrika karena kurangnya warga yang divaksinasi.

Hal itu karena selama ini akses Afrika untuk mendapatkan vaksin virus corona (Covid-19) telah dibatasi.

Dikutip dari laman Sputnik News, Sabtu (4/12/2021), pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan kekhawatiran terkait munculnya varian baru Covid-19 'omicron' yang kali pertama diidentifikasi di Afrika Selatan.

Perkembangan itu terjadi saat Afrika berjuang dengan tingkat vaksinasi yang rendah, bahkan menurut perkiraan WHO hanya berkisar 7,5 persen.

Baca juga: Korea Selatan Pecah Rekor Kasus Harian dan Kematian Covid-19

"Banyak negara Afrika berjuang untuk mendapatkan akses ke vaksin. Dunia menolak memberikan vaksin ke Afrika, tapi pada saat yang sama masih menyalahkan orang Afrika karena tidak cukup divaksinasi, itu omong kosong," 
kata Moeng.

Negara-negara maju ini, kata dia, memiliki sejumlah besar vaksin yang ingin dibeli oleh negara-negara berkembang, namun terhambat untuk mengaksesnya.

"Ada sesuatu yang salah dengan situasi ini, dan itu perlu disampaikan," jelas Moeng.

Moeng meyakini cara pengumuman munculnya omicron itu berdampak negatif di seluruh dunia dan merusak ekonomi Afrika.

Para ilmuwan, menurutnya, mungkin berpikir penting untuk mengumumkan varian baru itu secepat mungkin, namun mereka tidak memahami konsekuensinya.

"Harga ekonomi yang dibayar oleh banyak bisnis di sektor perjalanan pariwisata dan perhotelan di Afrika sangat besar, ini serius. Seseorang harus mempertimbangkan konsekuensi potensial dari tindakannya, terlepas dari apakah tindakan itu baik atau mulia," tegas Moeng.

Dirinya juga mengatakan tidak ada kejelasan atau koordinasi dengan pemerintah dan struktur lain yang menangani pandemi Covid-19 di Afrika Selatan.

"Jika ada, akan ada tim komunikator profesional terlatih di sana untuk menasihati mereka (para ilmuwan). Karena saat anda mengkomunikasikan hal-hal yang sangat sensitif dan berpotensi meledak, anda tidak hanya pergi ke mikrofon atau ke podium, berbicara dan kemudian pergi," papar Moeng.

Baca juga: Update Covid-19 Global 4 Desember 2021: Afrika Selatan Sudah Catat 3.004.203 Infeksi

Selain itu, ia menekankan bahwa para ilmuwan harus tahu ada tingkat prasangka terhadap Afrika atau apapun yang berasal dari Afrika.

"Anda dapat melihat bagaimana larangan perjalanan diberlakukan bagi Afrika Selatan dan tetangganya, namun tidak untuk Belanda atau Jerman atau Inggris atau tempat-tempat lain di mana varian Covid-19 yang sama ditemukan," tutur Moeng.

Moeng juga menegaskan, Afrika secara keseluruhan memiliki korban yang jauh lebih sedikit terkait Covid-19 jika dibandingkan megara lainnya di dunia.

"Afrika Selatan pun masih memiliki pembatasan, misalnya pada stadion, di mana jumlahnya sangat dikendalikan," kata Moeng.

Sedangkan di negara lain, kata dia, mengizinkan 2.000 orang untuk masuk ke stadion.

"Mereka lebih ceroboh daripada kita. Jadi, saya pikir ada prasangka umum atau kurangnya kepercayaan dari kemampuan Afrika Selatan atau Afrika di seluruh dunia, ini sangat disayangkan. Dan saya pikir larangan perjalanan ini hanya menunjukkan bahwa prasangka itu masih ada, itu masalah ketidaksetaraan," jelas Moeng.

Oleh karena itu, kata dia, pendekatan yang hati-hati diperlukan untuk menghindari munculnya reaksi serempak yang diskriminatif ini.

"Kita harus berhati-hati dan tahu bahwa kita hidup di dunia, di mana apapun yang kita katakan mungkin akan ditafsirkan dengan cara yang tidak pernah kita harapkan," pungkas Moeng.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini