Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Angka kesembuhan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai angka yang cukup tinggi hari ini, Senin (6/13/2021).
Berdasarkan data yang dikeluarkan Satgas Penanganan Covid-19, jumlah pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh berjumlah 2.005 per hari ini.
Jika diakumulasi 4.108.297 pasien Covid-19 sembuh sejak pandemi terjadi.
Jumlah pasien sembuh naik signifikan dibanding kemarin, Minggu (5/12/2021) yakni hanya sebanyak 298 orang.
Tingginya angka kesembuhan membuat kasus Covid-19 aktif di Indonesia turun hingga 5.642.
Terjadi penurunan hingga 1.884 orang.
Baca juga: PPKM Luar Jawa-Bali Diperpanjang hingga 23 Desember 2021, Tren Kasus Covid-19 Alami Penurunan
Sementara tambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 130 orang.
Sehingga hingga saat ini total sudah terjadi 4.257.815 kasus Covid-19 di Indonesia.
Sementara kematian bertambah sebanyak sembilan orang.
Sehingga, total angka kematian berjumlah 143.876.
Spesimen yang diambil sebanyak 289.320, sementara suspek sebanyak 4.054 orang.
4 hal yang perlu diketahui soal Omicron
Apa Itu Varian Omicron?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamai varian baru virus corona B.1.1529 sebagai "Omicron".
Pengumuman itu dikelurakan pada hari Jumat di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa varian itu sangat menular dan dapat mengurangi kemanjuran vaksin.
Varian yang diturunkan dari garis keturunan B.1.1 ini "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "sangat tidak biasa" dalam jumlah mutasinya.
B.1.1529 memiliki 32 mutasi yang terletak di protein lonjakannya, termasuk E484A, K417N dan N440K, yang bisa membantu virus lolos dari deteksi antibodi.
Mutasi lain, N501Y, tampaknya meningkatkan kemampuan virus untuk masuk ke sel kita, membuatnya lebih mudah menular.
Dari Mana Asalnya?
Varian Omicron ini pertama kali terdeteksi di Botswana pada 11 November, di mana tiga kasus kini telah dicatat.
Sementara itu di Afrika Selatan, di mana kasus pertama ditemukan pada 14 November, 22 kasus telah dicatat, menurut Institut Nasional untuk Penyakit Menular.
Lebih banyak kasus diperkirakan akan dikonfirmasi di negara itu ketika hasil pengurutan keluar.
Kasus tambahan telah diidentifikasi di Hong Kong, yang melibatkan seorang pelancong berusia 36 tahun.
Ia sempat tinggal di Afrika Selatan dari 23 Oktober hingga 11 November, lalu dites positif tiga hari kemudian saat menjalani karantina sekembalinya ke rumah.
Pada hari Jumat (26/11/2021), Eropa mencatat kasus pertama yang dikonfirmasi setelah infeksi dilaporkan di Belgia.
Baca juga: ATURAN Baru Karantina Cegah Varian Omicron, WNI yang Baru Kunjungi 11 Negara Ini Karantina 14 Hari
Ahli virologi Marc Van Ranst mentweet bahwa varian tersebut telah terdeteksi pada seorang pelancong yang kembali dari Mesir awal bulan November.
Para ilmuwan mengatakan bahwa varian tersebut memiliki lebih banyak perubahan pada protein lonjakannya daripada yang lain yang telah mereka lihat.
Ada dugaan bahwa penyakit itu mungkin muncul dari orang dengan gangguan kekebalan yang menyimpan virus untuk jangka waktu yang lama, mungkin seseorang dengan HIV/AIDS yang tidak terdiagnosis.
Apakah Kebal Vaksin?
Protein lonjakan yang melapisi bagian luar virus corona memungkinkannya menempel dan masuk ke sel manusia.
Vaksin melatih tubuh untuk mengenali lonjakan ini dan menetralkannya, sehingga mencegah infeksi sel.
Ke-32 mutasi yang terdeteksi dalam protein lonjakan varian baru akan mengubah bentuk struktur ini, sehingga menimbulkan masalah bagi respons imun yang diinduksi oleh vaksin.
Mutasi ini dapat membuat protein lonjakan kurang dikenali oleh antibodi kita.
Akibatnya, mereka tidak akan seefektif menetralkan virus, yang kemudian dapat melewati pertahanan kekebalan dan menyebabkan infeksi.
Haruskah Kita Khawatir?
Para ilmuwan memiliki pendapat yang beragam tentang apakah kita harus khawatir tentang varian terbaru ini atau tidak.
Dr Tom Peacock, seorang ahli virologi di Imperial College London, memperingatkan bahwa varian itu bisa menjadi "perhatian nyata" karena terdapat 32 mutasi pada protein lonjakannya.
Namun, Profesor Francois Balloux, direktur Institut Genetika di University College London, mengatakan bahwa saat ini "tidak ada alasan untuk terlalu khawatir."
Melalui Twitter, Dr Peacock menulis bahwa varian "sangat, sangat harus dipantau karena profil lonjakan yang mengerikan" yang dapat berarti bahwa varian itu lebih menular daripada varian lain yang sudah ada.
Tetapi Dr Peacock mengatakan bahwa dia "berharap" variannya akan berubah menjadi salah satu dari "kluster aneh" saja dan tidak akan menular seperti yang ditakuti.
Sementara itu, Prof Balloux mengatakan bahwa "sulit untuk memprediksi seberapa menularnya varian ini sekarang."
Ia menjelaskan: "Untuk saat ini, varian itu harus dipantau dan dianalisis dengan cermat, tetapi tidak ada alasan untuk terlalu khawatir, kecuali jika frekuensinya mulai meningkat dalam waktu dekat."