Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi UGM Bayu Satria Wiratama PhD menyebutkan langkah pemerintah menambah hari karantina ini cukup ketat.
Hal ini terlihat dari penerapan waktu karantina.
Semenjak masuknya varian baru Omicron, masa karantina yang tadinya 3-5 hari kini menjadi 10 hari.
Bahkan bisa maksimal 14 hari.
Menurut Bayu langkah sudahkah tepat.
Namun hal ini perlu ditunjang dengan berbagai.
Di antaranya seperti tes PCR nya saat kedatangan dan ketika akan keluar karantina.
"Namun memang dibutuhkan sikap konsisten dalam pengawasan melakukan karantina. Karena sebagus apa pun mendesain langkah, kalau pengawasan tidak ketat, hal berbahaya dapat terjadi,"ungkapnya dalam diskusi virtual media KCPEN, dikutip Tribunnews, Kamis (24/12/2021).
Baca juga: Kasatgas Tinjau Alur Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri di Bandara Soekarno Hatta
Kebobolan tersebut bisa terjadi, terutama saat melakukan karantina tidak terpusat.
Misalnya di hotel, tempat pribadi seperti yang dilakukan oleh beberapa staf pemerintah.
"Hal ini yang cukup riskan terjadi kebobolan saat karantina. Karena titik ya dikarantina tidak kontak dengan siapa pun, seminimal mungkin sampai selesai karantina. Sebelum itu keluar, masih bahaya jadi jangan ada kontak dengan orang lain," tegasnya.
Karenanya Bayu mengusulkan untuk siapa pun yang baru pulang dari luar negeri untuk melakukan karantina secara terpusat.
Terutama jika berasal dari negara yang ditemukan varian Omicron.
Baca juga: Biaya Karantina WNI yang Memenuhi Kriteria akan Ditanggung Pemerintah
"Siapa pun yang datang ke indonesia, kalau bisa mereka karantina terpusat. Mau itu staf pemerintah. Mungkin kalau menteri ke atas bisa cari lain. Di luar itu, gak boleh karantina di hotel," pungkasnya.
Mau alasan apa pun, menurut Bayu mereka mereka tetap harus melakukan karantina terpusat. Karena paling bagus pengawasannya dan lebih banyak petugas.
Sehingga pengawasan lebih detail dibandingkan karantina di hotel.