Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini trend kenaikan kasus Covid-19 sedang melonjak di beberapa negara, termasuk di Indonesia.
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengatakan situasi ini perlu menjadi pengingat bagi setiap orang.
Tidak hanya pada kelompok rentan, tapi juga pada masyarakat biasa.
Di sisi lain, belakangan ini ramai diperbincangkan terkait re-kombinan virus Covid-19.
Yaitu gabungan antara varian Omicron dengan Delta atau Deltacron.
"Dalam kasus ini, ini kan deltacron bukan nama resmi. Baru nama yang diberikan sementara. Deltacron nama yang diinikan(populerkan) oleh media. Kalau oleh lembaganya tetap Delta dan Omicron," ungkap Dicky pada Tribunnews, Minggu (20/2/2022).
Baca juga: Pakar Epidemiologi Ingatkan Semua Pihak Jangan Abai Agar Pandemi Covid-19 Cepat Berakhir
Dalam kasus ini, disebut ada dua varian Covid-19 yaitu Omicron dan Delta pada satu orang yang sama.
Menurut Dicky temuan ini sebetulnya bukan sesuatu yang baru.
"Karena menjelang akhir tahun lalu ada penelitian yang menemukan itu. Meskipun sampel sedikit, saat itu dianggap sebagai pencemaran. Ketika sikuesing, sampelnya tercemar karena tercampur," kata Dicky.
Pembicaraan terkait hal ini tadinya sempat mereda.
Baca juga: Malam Minggu, Kapolda Metro Jaya Jemput Bola Datangi Pusat Kuliner Ajak Warga Vaksinasi Covid-19
Menurut pengamatan Dicky, temuan kasus tersebut bukanlah sampel yang tercemar.
"Mungkin ini terus diteliti dan akhrinya UK Health Security Agency (UKHSA) menemukan itu. Meskipun masih dalam jumlah sedikit," katanya.
Penemuan ini, meski terus dalam penelitian menurut Dicky tetap menjadi sesuatu yang harus diwaspadai.
Tidak boleh abai dan membiarkan pelonggaran tanpa terkendali.
Apalagi Indonesia terbilang memiliki kemampuan terbatas dalam tes Whole Genom sikuensing.