TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah negara seperti Denmark, Inggris hingga Singapura telah berani mencabut pengetatan aktivitas di masa pandemi Covid-19.
Hal ini dilakukan negara-negara itu sebagai langkah menuju transisi dari pandemi ke endemi Covid-19.
Sementara, pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melakukan transisi secara bertahap dan hati-hati.
Pakar Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman pun sependapat bahwa Indonesia tak perlu buru-buru transisi menuju endemi.
Baca juga: Luhut Ungkap Beberapa Indikator Penetapan Status Endemi Covid-19, Salah Satunya Tingkat Kekebalan
Menurutnya, Indonesia sudah memiliki modal yang cukup ke arah pemulihan akibat pandemi, khususnya cakupan vaksinasi.
Ia meminta langkah pemulihan yang baik jangan terganggu dengan upaya deklarasi endemi.
"Kalau kita ikut-ikutan (deklarasi endemi) itu merugikan. Merusak skema kita, on track kita," kata Dicky saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/2/2022).
Dicky pun mengingatkan berbagai negara yang mendeklarasi endemi tetapi akhirnya kembali pada kondisi terpuruk.
"Skandinavia angka kematiannya meningkat mereka menggangap itu (pasien Covid-19 meninggal) sebagai korban upaya pemulihan. Saya sangat menetang itu."
"Negara yang memilih deklarasi atau melonggarkan, seperti Inggris, sempat seperti itu, balik (perketat) lagi. Singapura, sempat seperti itu meralat lagi," tutur dia.
3T, Disiplin Prokes, Jangan Abai
Menuju masa transisi ke endemi, ada beberapa upaya yang harus dibarengi selain vaksinasi, seperti kapasitas 3T dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Ia juga mewanti-wanti jika masyarakat abai dengan resiko Covid-19, kemungkinan Indonesia menuju endemi akan semakin mundur.
Baca juga: Angka Kematian akibat Covid-19 Terus Meningkat dalam 3 Hari Terakhir
Baca juga: Infeksi Covid-19 Dapat Picu Long Covid-19 yang Turunkan Kualitas SDM
Untuk itu, dalam mewujudkan akhir pandemi, masyarakat juga ikut beeperan di dalamnya, bukan hanya pemerintah.