TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman turut menanggapi rencana pemerintah untuk mengubah status pademi Covid-19 di Indonesia menjadi endemi.
Dicky meminta agar pemerintah tak terburu-buru merupah status pandemi menjadi endemi.
Apalagi jika perubahan status tersebut hanya untuk kepentingan politik atau ekonomi.
"Jangan sampai ini masalah status perubahan endemi ini lebih karena ekonomi dan politik, walaupun jelas itu arahnya karena ingin pelonggaran," lata Dicky dilansir Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Epidemiolog Puji Pemerintah Soal Penanganan Covid-19 Varian Omicron
Menurut Dicky, saat ini Indonesia masih dalam kondisi pandemi sehingga belum bisa diubah menjadi endemi.
Pasalnya salah satu indikator endemi adalah jika angka reproduksi Covid-19 di bawah 1.
Namun nyatanya kasus Covid-19 Indonesia masih tinggi dan terus bertambah.
"Jelas secara umum ini masih dalam situasi pandemi, kita masih belum endemi," terang Dicky.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melandai, Kepala BIN: Vaksinasi Tetap Harus Digencarkan
Hanya WHO yang Bisa Ubah Status Pandemi Jadi Endemi
Lebih lanjut Dicky menegaskan bahwa perubahan status pandemi menjadi endemi ini hanya bisa dilakukan oleh World Health Organization (WHO).
Ketentuan tersebut juga mengikat seluruh negara, karena tercantum dalam konvensi internasional berupa International Health Regulation (IHR).
Artinya, selama WHO masih menyatakan Covid-19 masih menjadi pandemi, maka situasi yang sama seharusnya berlaku di Indonesia.
"Itu hanya bisa berubah kalau WHO mencabut (statusnya). Jadi (kalau) negara-negara mau menyatakan ini endemi, statusnya tetap secara de facto, de jure, dari sisi global ya masih pandemi," ucap Dicky.
Baca juga: Update Covid-19 Global 7 Maret 2022: Total Infeksi Capai 446,3 Juta, Kasus Baru 1.149.857
Menurut Dicky, yang bisa dilakukan pemerintah sekarang ini adalah mempersiapkan transisi dari pandemi ke endemi.