News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Kasus Covid Naik Lagi Pemerintah Diminta Kebut Agenda Vaksinasi Booster

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Subvarian Omicron XBB.Kasus Covid Naik Lagi Pemerintah Diminta Kebut Agenda Vaksinasi Booster

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta agenda vaksinasi digencarkan lagi.

Hal tersebut karena kasus Covid-19 kembali mengalami lonjakan dalam beberapa bulan ini termasuk adanya varian baru XBB.

Koordinator Koalisi, Hamid Abidin, menyatakan pemberian vaksin booster tidak bisa ditunda lagi khususnya untuk masyarakat adat dan kelompok rentan.

Selain itu, pelaksanaan prosedur kesehatan pun harus tetap ketat dan diawasi. Kewaspadaan perlu dijaga, sebab COVID-19 belum sepenuhnya hilang. 

Hamid juga menekankan pemerintah perlu terus mendukung dan memfasilitasi masyarakat adat dan kelompok rentan di berbagai wilayah terpencil di luar pulau Jawa.

Masih cukup banyak dari mereka yang belum mendapatkan vaksin COVID-19 dosis pertama dan kedua.

“Mereka tentu tidak bisa mendapatkan vaksin booster kalau belum dapat vaksin dosis 1 dan 2,” kata Hamid dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (10/11/2022).

Jika dua kelompok rentan ini mendapat vaksin booster, Hamid yakin subvarian XBB dapat dihalau untuk menjalari wilayah terpencil atau menyerang kelompok rentan.

“Sebab, selama ini untuk vaksin dosis umum dua kelompok ini masih tertinggal. Jika mereka kena subvarian baru, Indonesia akan makin lama bebas dari COVID-19,” ujarnya.

Vaksin booster dapat mendongkrak efektivitas vaksin pertama dan kedua karena daya kerja vaksin ganda itu dapat melemah seiring waktu.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Kembali Naik, Epidemiolog Imbau Masyarakat Segera Booster

Melemahnya benteng perlindungan tubuh memerlukan intervensi booster agar antibodi kembali terbentuk secara optimal. Bila imunitas telah meningkat, tubuh pun akan lebih siap menghadapi virus.  

Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu pemberian vaksin booster perlu digalakkan di kalangan penyandang disabilitas.

Pasalnya, selama ini mereka tidak bisa mengakses vaksin secara aktif seperti masyarakat pada umumnya.

Sebagai perbandingan saja, penerima booster pada masyarakat umum per 9 November adalah 65,58 juta atau 27,95 persen dari 234,66 juta sasaran.

“Pemberian bisa dilakukan dengan jemput bola atau menggandeng komunitas penyandang disabilitas,” ujarnya.

Dengan melibatkan komunitas penyandang disabilitas, maka keluarga atau pemandu kaum difabel dapat ikut mengkomunikasikan pentingnya menjalankan prosedur kesehatan di kalangan disabilitas.

Pelibatan ini juga dapat mengambil bentuk penyebaran informasi tentang booster. Ini untuk merespons kenyataan bahwa kalangan disabilitas kesulitan mengakses informasi yang sesuai dengan kondisi mereka.

Bahkan, ada di antara mereka yang menganggap kondisinya sebagai komorbid sehingga merasa tidak perlu vaksinasi.

Pelibatan komunitas diharapkan dapat meningkatkan literasi tentang vaksin dan COVID-19 di kalangan penyandang disabilitas. 

Pada masyarakat adat atau di kawasan terpencil, literasi tentang vaksin juga masih lemah.

Gita Syahrani, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), menjelaskan tidak semua orang di wilayah terpencil siap di vaksin karena minimnya edukasi. Umumnya mereka belum paham tentang COVID-19 dan vaksinnya.

“Mereka takut karena terpengaruh hoax yang kadung tersebar,” ujar Gita.

Untuk itu, LTKL bekerja sama dengan guru, tokoh adat atau agama, serta dinas terkait untuk membantu program vaksinasi. LTKL juga melakukan pendekatan yang selaras dengan kehidupan masyarakat adat.

Misalnya saja, untuk meningkatkan imunitas dibutuhkan perilaku hidup bersih dan pangan cukup. 

“Kecukupan pangan yang bergizi ini bisa dipenuhi dari kebun yang sudah mereka tanam sendiri,” ujarnya.

Masalah lain adalah distribusi vaksin. Akses transportasi ke daerah terpencil tidak semudah yang dapat dicapai di wilayah perkotaan dengan infrastrukturnya yang memadai. Memastikan vaksin tiba di lokasi tujuan merupakan masalah sendiri.

Desa Empakan, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, dapat menjadi contoh.

Untuk mencapai desa tersebut, tim vaksinasi dari kabupaten harus menggunakan perahu untuk menempuh perjalanan sungai hingga 2 jam.

Baca juga: Pakar Ingatkan Subvarian XBB Masih Punya Potensi Membahayakan 

Capaian LTKL adalah membantu memberikan vaksin kepada masyarakat adat di tujuh kabupaten sebanyak delapan ribu dosis. Tujuh kabupaten itu: Banyuasin (Sumatera Selatan), Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Sigi (Sulawesi Tengah), serta Gorontalo dan Bone Bolango (Gorontalo).

Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith, Australia, dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH, menjelaskan subvarian XBB membahayakan karena menginfeksi masyarakat ketika kondisi mereka sedang rawan.

Konteksnya adalah kondisi sebagian besar penduduk yang belum memperoleh booster. Apalagi, anak-anak berusia di bawah 6 tahun belum boleh divaksin sama sekali. 

“Vaksin booster masih menjadi PR karena belum terlaksana memadai, mentok di 27 persen. Ini berbahaya.Terutama risiko pada kelompok-kelompok rawan,” kata Dicky.

Dia menilai booster harus digenjot. Sebab, subvarian XBB muncul di tengah modal imunitas yang semakin tergerus. Dia menduga naiknya angka kematian kemungkinan besar dipicu kasus XBB.

Subvarian ini memiliki kemampuan menulari dan menerobos pertahanan tubuh yang telah terbentuk oleh vaksinasi maupun infeksi sebelumnya.

Kekhawatirannya bertambah karena subvarian ini menyerang kalangan muda, bahkan yang sempat tertular COVID-19 hingga dua kali.  Kalau sudah begitu, kondisi mereka lebih rawan karena sudah seperti komorbid atau lansia yang daya tahan tubuhnya berkurang.

“Ketika modal imunitas yang dicapai dengan booster terlambat dilakukan, kemungkinan angka kematian bisa lebih tinggi,” ujarnya.  

Untuk itu, Dicky berpesan pemerintah dan masyarakat perlu waspada. Metode 3 T harus kembali digalakkan: testing (menemukan kasus infeksi), tracing (menelusuri kasus), dan treatment (menindaklanjuti yang tertular). Masyarakat juga harus kembali menjalankan prosedur kesehatan secara ketat.Alhasil, jika ingin pandemi cepat selesai, perlu penanganan konsisten serta respons setara bagi semua daerah.

Jika tidak demikian, virus niscaya leluasa menginfeksi dan cepat beradaptasi dengan penanganan yang telah dilakukan. “Karena adanya subvarian baru ini akan sangat bergantung pada seberapa besar cakupan vaksinasi (booster) yang protektif di masyarakat,” ujarnya.

“Tapi, jika tetap abai dan prosedur kesehatan malah longgar dan modal imunitas tak tercapai, akhir pandemi bisa mundur. Bahkan bisa saja muncul hal buruk, lahirnya varian lain,” kata dia.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini