Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kurangnya data membuat sulit untuk membantu China mengelola risiko lonjakan virus corona (Covid-19) selama liburan Tahun Baru Imlek.
Hal itu karena ekonomi terbesar kedua di dunia itu dibuka kembali setelah tiga tahun isolasi.
Baca juga: Kemenkes Konsultasi ke WHO Soal Pemberian Vaksin Covid-19 untuk Anak 6 Bulan sampai 11 Tahun
Liburan yang dikenal sebelum pandemi sebagai migrasi tahunan terbesar di dunia itu, terjadi di tengah meningkatnya pertikaian diplomatik terkait pembatasan Covid-19 yang membuat China memperkenalkan pembatasan transit untuk warga negara Korea Selatan (Korsel) dan Jepang pada Rabu kemarin.
Virus ini menyebar tanpa terkendali di China setelah negara itu tiba-tiba mulai membongkar aturan pembatasan pada awal Desember menyusul protes bersejarah.
Padahal aturan ini sebelumnya diterapkan secara ketat oleh pemerintah China.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (12/1/2023), WHO mengaku masih belum memiliki cukup informasi dari China untuk membuat penilaian penuh tentang bahaya lonjakan tersebut.
Baca juga: WHO: Subvarian Omicron XBB.1.5 adalah Varian Covid-19 yang Paling Menular Sejauh Ini
"Kami telah bekerja dengan rekan-rekan China kami," kata Direktur Departemen Koordinasi Siaga & Respons WHO, Abdi Rahman Mahamud.
Ia mengatakan bahwa negara tersebut memiliki sejumlah strategi terkait orang-orang yang bepergian dari daerah berisiko tinggi ke daerah berisiko rendah, serta pada aspek pengujian dan klinik.
"Namun untuk memahami lebih baik, kami membutuhkan data itu," tegas Mahamud.
Hal ini juga menjadi masalah dalam upaya bekerja sama dengan China tentang bagaimana cara mengurangi risiko perjalanan menjelang Tahun Baru Imlek, yang secara resmi berlangsung mulai 21 Januari mendatang.