TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengajak semua pihak untuk memetik hikmah dari pandemi Covid-19 yang sempat meluluh-lantahkan perekonomian global serta menewaskan lebih 7 juta penduduk dunia.
Hal tersebut merespons keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan pandemi Covid-19 telah berakhir.
“Kita bersyuku, tetapi perlu diingat pencabutan status darurat bukan berarti ancaman Covid-19 sudah berakhir. Covid-19 masih bisa kembali. Bahkan, ke depan peyakit sejenis bisa muncul kapan saja. Jadi mari memikirkan langkah-langkah antisipasi agar kedepan kita lebih siap menghadapi penyakit menular seperti Covid-19,” kata Rahmad kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (6/5/2023).
Legislator PDI Perjuangan itu berpendapat, pencabutan status darurat Covid-19 juga menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki sistem penanggulangan bencana penyakit menular melalui penyusunan RUU Kesehatan.
“Momentum penyusunan RUU Kesehatan harus kita gunakan untuk perbaikan sistem penanggulangan bencana penyakit menukar melalui koordinasi yang kuat holistik dalam menghadapi kemungkinan pandemi di masa mendatang,” kata dia.
Belajar dari pengalaman menghadapi Covid-19 sebelumnya, Rahmad menilai masih ada beberapa catatan yang layak jadi perhatian.
Misalnya, kesiapan fasilitas kesehatan yang kurang memadai di rumah sakit. Termasuk kesiapan para tenaga kesehatan dalam menghadapi musibah pandemi.
“Ingat, rumah sakit kita pernah kewalahan menampung pasien dan obat-obatan sulit didapat. Karena itu fasilitas kesehatan kedepan harus dalam posisi lebih siap, karena kita kemungkinan akan menghadapi berbagai permasalahan kesehatan, mungkin virus di luar Covid-19. Upaya pemerintah berkaitan dengan infrastruktur medis, termasuk tenaga kesehatan harus optimal di seluruh daerah,” katanya.
Selanjutnya, Handoyo juga menekankan perlunya mempersiapkan obat-obatan, termasuk vaksin secara berdikari.
“Kita juga harus mengembangkan penelitian untuk menghasilkan obat-obatan dan vaksin secara mandiri, sehingga kita sudah siap jika ada ancaman virus baru yang datang melanda. Ini perlu,”katanya.
Dikatakan, obat-obatan harus jadi perhatian serius karena ternyata indonesia tergantung 90 persen obat impor. Hal ini menurut Handoyo sangat berisiko kalau ke depan dunia menghadapi hal sama tentunya kita kelabakan dan tidak akan siap.
Baca juga: WHO Cabut Status Darurat Global Covid-19, Ini Strategi Kemenkes Pasca-Pandemi
"Kekurangan obat kelangkan alat kesehatan, kedepan indonesia harus dipastikan lebih berdikari di bidang obat dan alat kesehatan, " katanya.
Tak kalah penting, kata Handoyo, masyarakat harus tetap hidup secara hegenis. Menjaga kebersihan dan kesehatan dengan cara mencuci tangan dan makan-makanan bergizi.
“Sudah terbukti, tubuh yang sehat bisa melawan penyakit termasuk virus Covid-19. Pola gerakan hidup sehat harus menjadi gerakan nasional. Mulai dari pola hidup dan pola makan sehingga akan bisa secara mandiri masyarakat mampu mencekal penyakit menular lainnya," tandasnya.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa virus corona (Covid-19) tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.
Hal ini setelah virus tersebut menjadi pandemi global selama lebih dari tiga tahun dan membuat hampir 7 juta orang meninggal.
Dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (6/5/2023), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi menurunkan status penyakit tersebut pada Jumat kemarin, sambil menekankan bahwa Covid-19 tetap menjadi 'ancaman kesehatan global'.
Keputusan untuk menurunkan tingkat kewaspadaan ini dibuat setelah dilakukannya pertemuan para ahli pada Kamis lalu.
Kendati demikian, saat 'fase darurat' telah berakhir, ribuan orang masih meninggal setiap minggu akibat virus tersebut.
WHO kali pertama menggambarkan Covid-19 sebagai pandemi pada Maret 2020, saat virus tersebut menyebar ke setiap benua kecuali Antartika.
Saat penyakit itu telah merenggut beberapa ratus nyawa pada saat itu, deklarasi pandemi mengakibatkan diberlakukannya sistem penguncian (lockdown) yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pembatasan pergerakan serta perdagangan, menyebabkan kontraksi ekonomi yang masih terasa.
Sejak saat itu, sekitar 764 juta kasus telah tercatat secara global, sementara 5 miliar orang dilaporkan menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Di sisi lain, saat sebagian besar negara telah mencabut langkah-langkah pengendalian pandemi mereka, Amerika Serikat (AS) masih menerapkan keadaan darurat kesehatan masyarakat, yang akan berakhir minggu depan.
Menurut data statistik WHO, lebih dari 1,1 juta orang meninggal karena Covid-19 di AS, angka ini lebih banyak daripada negara manapun di dunia.
Awal pekan ini, organisasi tersebut mengumumkan bahwa kepala misi internasional yang dikirim ke China untuk menyelidiki asal-usul pandemi telah diberhentikan karena pelanggaran seksual.
Peter Ben Embarek mengklaim tekanan politik diberikan pada timnya, termasuk dari luar China.
Frustrasi oleh kurangnya respons global yang terkoordinasi terhadap deklarasi daruratnya, WHO telah menempatkan 194 negara anggotanya untuk bekerja menyusun perjanjian global demi mengatasi pandemi di masa depan.
Saat perjanjian tersebut seolah-olah ditujukan untuk melindungi penduduk dari ancaman kesehatan global, para kritikus telah memperingatkan bahwa hal itu dapat mendahului kedaulatan nasional tiap negara dan hak-hak individu.