News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Vaksin Covid-19 Picu Pembekuan Darah? Kemenkes Pastikan Tidak Ditemukan di Indonesia

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang perawat memegang botol vaksin virus corona AstraZeneca/Oxford Covid-19 di kompleks Rumah Sakit Kalayani Watthanakarun di provinsi selatan Narathiwat pada 9 Juli 2021.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini sebuah dokuman pengadilan mengungkap adanya pengakuan dari perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca mengenai adanya efek samping langka yang ditimbulkan dari vaksin Covid-19 buatannya.

Melansir media Inggris The Telegraph yang terbit pada 29 April 2024 tertulis bahwa efek samping langka tersebut berupa pembekuan darah atau Thrombocytopenia Syndrome (TTS).\

Baca juga: Total 6 Juta Vaksin Tiba di Indonesia, Muhadjir Effendy: 1 Juta Astra Zeneca, 5 Juta Sinovac

Raksasa farmasi ini digugat dalam class action atas klaim bahwa vaksinnya, yang dikembangkan bersama Universitas Oxford menyebabkan kematian dan cedera serius dalam puluhan kasus.

Para pengacara berpendapat bahwa vaksin tersebut menimbulkan efek samping yang berdampak buruk pada sejumlah orang.

Kasus pertama diajukan tahun lalu oleh Jamie Scott, ayah dua anak, yang mengalami cedera otak permanen setelah mengalami pembekuan darah dan pendarahan di otak yang membuatnya tidak bisa bekerja setelah menerima vaksin pada April 2021.

Baca juga: AstraZeneca akui vaksinnya dapat sebabkan pembekuan darah meski sangat jarang terjadi – Apakah efek samping serupa juga ditemukan di Indonesia?

Dalam surat tanggapan yang dikirimkan pada Mei 2023, AstraZeneca mengatakan kepada pengacara Scott bahwa pihaknya tidak menerima bahwa pembekuan darah disebabkan oleh vaksin.

Namun dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi pada bulan Februari, AstraZeneca menyatakan:

Diakui bahwa vaksin AZ dapat menyebabkan pembekuan darah meski amat jarang terjadi, kemudian juga mekanisme penyebabnya tidak diketahui lebih jauh lagi.

"TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apapun). Penyebab dalam setiap kasus individual akan bergantung pada bukti ahli," tulis dokumen itu dikutip pada Rabu (1/5/2024).

Merespons pemberitaan itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) buka suara.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, di Indonesia belum ada laporan kejadian pembekuan darah setelah penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Selain itu, sebelum digunakan oleh masyarakat ortoritas seperti BPOM RI telah melakukan serangkaian pengujian terhadap keamanan dan efikasi vaksin maupun obat.

Menurut dia, pemberian vaksin Covid-19 pada masa pandemi tidak bisa dipungkiri telah memberikan banyak manfaat.

"Di Indonesia belum ada menerima laporan terkait TTS, karena kejadian ini sangat jarang. Dan dari sisi keamanan juga sudah diuji oleh BPOM RI, karena memang vaksin ini sudah disuntikan kepada jutaan orang di seluruh dunia," kata Nadia, Kamis(2/5/2024).

Seorang wanita warga negara asing (WNA) menerima suntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca dalam sebuah kegiatan vaksinasi massal yang digelar di Denpasar, Bali, Senin (5/7/2021). Saat ini negara-negara di kawasan Asia Tenggara sedang berjibaku memerangi gelombang infeksi Covid-19 baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. AFP/Sonny Tumbelaka (AFP/Sonny Tumbelaka)

Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) angkat bicara terkait kabar efek samping langka yang ditimbulkan oleh vaksin AstraZeneca.

Ketua KIPI Prof. Hinky Hindra Irawan Satari menyebut, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca di Indonesia.

Ia menuturkan, pemantauan dan pengawasan terkait vaksin masih dilakukan oleh Komnas KIPI.

Hingky pula menegaskan bahwa keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar.

"Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Prof Hinky.
Sesuai rekomendasi WHO, Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin Covid-19 termasuk TTS.

Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.

“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Prof Hinky.

“Sehingga, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin Covid-19,” lanjut dia.

Rentang Waktu Dampak Vaksin Pada Tubuh

Prof. Hinky Hindra Irawan Satari menjelaskan, KIPI ditemukan bila ada penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan.

"Kalaupun saat ini ditemukan kasus pembekuan darah di Indonesia, yang pasti bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Prof Hinky.

Ia mengatakan, sesuai anjuran WHO, bersama BPOM RI, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.

TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah.Kasus ini sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel. Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” kata Prof Hinky.

Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat. “Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya.

(Tribun Network/rin/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini