Lanjut LaNyalla, dalam catatan Salamudin Daeng, pemerhati masalah energi, disebutkan bahwa hasil produksi Batubara nasional mencapai 610 juta ton atau senilai 158,6 miliar dolar atau dalam rupiah sebesar 2.299 triliun rupiah. Jika dibagi dua dengan negara, pemerintah bisa membayar lunas seluruh utangnya hanya dalam tempo tujuh tahun.
Produksi Sawit sebanyak 47 juta ton atau senilai 950 triliun rupiah, maka jika dibagi dua dengan negara, maka pemerintah bisa gratiskan biaya Pendidikan dan memberi gaji Guru Honorer yang layak. "Itu baru dari dua komoditi, Batubara dan Sawit. Belum puluhan yang lain," tegasnya.
Sementara itu Indonesia merupakan produsen Tembaga ke-9 terbesar di dunia. Urutan pertama produsen Nikel terbesar di dunia. Urutan ke-13 produsen Bauksit di dunia. Urutan ke-2 produksi Timah di dunia. Urutan ke-6 produksi Emas di dunia. Urutan ke-16 produksi Perak di dunia. Urutan ke-11 produksi Gas Alam di dunia. Urutan ke-4 produsen Batubara di dunia. Urutan pertama dan terbesar di dunia untuk produksi CPO Sawit. Urutan ke-8 penghasil kertas di dunia. Urutan ke-22 penghasil minyak di dunia. Urutan ke-2 produsen kayu di dunia, dan lain sebagainya.
"Tapi berapa dana yang masuk ke negara dari royalti dan bea ekspor dari Sektor Mineral dan Batubara. Dari tahun 2014 hingga 2020, berdasarkan data di Kementerian ESDM, dana yang masuk dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor itu setiap tahunnya tidak pernah mencapai 50 Triliun Rupiah," tukas dia.
Itu adalah angka yang disumbang dari sumber daya alam Mineral dan Batubara, sudah termasuk Emas, Perak, Nikel, Tembaga dan lain-lain. Padahal hasil produksi Batubara saja, secara nasional mencapai angka 2.299 triliun rupiah.
"Jadi kembali kepada kita. Mau memilih sistem ekonomi yang memperkaya negara atau memperkaya Oligarki. Oligarki yang diperkaya memang akan bisa membiayai Pilpres dan menjadikan seseorang sebagai presiden. Tetapi setelah itu, semua kebijakan negara harus menguntungkan dan berpihak kepada mereka. Lingkaran setan ini harus kita potong dan kita akhiri. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak boleh kalah oleh Oligarki yang menempel dan berlindung di balik kekuasaan," bebernya.
Saat ini, menurut LaNyalla, tergantung dari leadership kita. Apakah pemimpin kita mau memelihara dan dipelihara oleh Oligarki, sehingga tinggal duduk manis dapat saham dan setoran. Atau memikirkan saat dia dilantik dan membaca sumpah jabatan yang diucapkan dengan menyebut nama Allah.
"Jika memilih duduk manis dan terima setoran serta punya saham untuk anak cucu dan cicit, kita akan terus menerus dalam kondisi seperti hari ini. APBN defisit. Kemudian ditutupi dengan utang luar negeri. Lalu rakyat disuap dengan BLT-BLT. Meskipun tidak ada satu pihak pun yang bisa mengecek angka itu di lapangan," tuturnya.
Hadir dalam Musrenbang, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, beserta Wakil Gubernur, Emil Dardak, Anggota DPD RI Asal Jawa Timur, Adilla Azis dan Ahmad Nawardi, jajaran Forkopimda Jatim, Pejabat Kemendagri, Kemenkeu, Bappenas dan peserta Musrenbang.(*)