TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus mengawasi implementasi regulasi penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan (BOP) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Menurut Ledia, upaya ini penting dilakukan agar Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibebankan tidak membelit mahasiswa. Jika regulasi itu tidak diawasi, maka dikhawatirkan akses dalam memperoleh pendidikan tinggi di Indonesia makin sulit untuk dijangkau, khususnya bagi masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah.
“Seharusnya (penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan) dikontrol oleh pemerintah, apalagi perguruan tinggi ada bantuan operasional yang diberikan kepada kampus. Di mana bantuan itu diberikan untuk perguruan yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ungkap Ledia saat dirinya menjadi narasumber di salah satu wawancara virtual di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Politisi Fraksi PKS itu juga mengusulkan agar manajemen perguruan tinggi bisa memberdayakan badan usaha yang dimiliki agar beban BOP tinggi tidak sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa.
Ledia pun juga mengingatkan secara tegas bahwa negara harus hadir lewat regulasi yang membantu PTN agar bisa mandiri sekaligus mendorong terbukanya akses pendidikan tanpa memandang status.
Baca juga: Pimpinan Komisi X DPR Soroti Pelaksanaan Status PTN BH: Biaya Kuliah Jadi Melonjak
“Jangan semua dibebankan kepada mahasiswa. (Jika dibiarkan) bisa terjadi mahasiswa memutuskan menggunakan pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan supaya bisa kuliah. Pemerintah, tidak boleh diam. Perguruan tinggi negeri itu juga mesti lebih kreatif mencari ‘funding’. Jadi biaya operasional pendidikan tidak harus membebani mahasiswa,” tandasnya.
Untuk diketahui, kini nilai UKT semakin melonjak tinggi. Peristiwa ini melahirkan gelombang protes dari kalangan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi lantaran penentuan nilainya tidak berasaskan pada keadilan.
Berdasarkan informasi yang diterima di media sosial, para mahasiswa menyampaikan uang kuliah yang kini dibayarkan naik hingga lima kali lipat. Tidak hanya di media sosial, sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) melayangkan protes secara resmi kepada rektorat perguruan tinggi setempat.
Sejumlah contoh, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed melayangkan protes terhadap rektorat atas kebijakan itu. Mereka tidak terima uang kuliah dinaikkan drastis tanpa informasi memadai.
Lalu, seorang mahasiswa bernama Khariq Anhar turut memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT yang harus dibayar mahasiswa Universitas Riau secara langsung di rektorat.
Tidak berhenti, ratusan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Medan memprotes kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) 2024 yang lebih dari 100 persen. Mereka mendesak Rektor USU Muryanto Amin mundur dari jabatannya karena dinilai membuat kebijakan yang semena-mena. (*)
Baca juga: Digitalisasi Perpustakaan Sumut Terpenuhi, Komisi X DPR Berharap Siswa Dapat Mudah Mengakses Buku