“Katakan misalnya pemerintah Indonesia hanya bisa berangkatkan sekitar 3.300 calon jemaah haji saja untuk tahun ini, maka hal ini tidak akan membutuhkan persiapan waktu yang panjang. Bahkan, dua sampai tiga kali penerbangan saja sebenarnya sudah beres. Jika case-nya demikian, pemerintah sesungguhnya tidak dibebankan oleh persiapan yang panjang sehingga tidak ada alasan untuk tergesa-gesa,” jelasnya.
Baca juga: 2 Warung di Ciputat Hancur Akibat Ditabrak Truk Pembawa Beton Saluran Air
Dalam kaidah fiqih, kata Bukhori melanjutkan, disebutkan bahwa bila sesuatu tidak bisa dilakukan secara maksimal, maka berapapun yang dapat dilakukan itu lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
"Dengan demikian, keputusan pemerintah yang menyerah prematur jelas merugikan banyak pihak dan melukai harapan rakyat Indonesia," terangnya.
Dia juga mendesak pemerintah untuk secara transparan menjelaskan sejauh apa upaya diplomasi haji yang diklaim maksimal.
Menurutnya, hal ini penting dilakukan pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban publik.
“Publik perlu tahu sejauh apa peran Presiden, Menteri Luar Negeri, Menteri Agama, Duta Besar RI untuk Arab Saudi supaya masyarakat bisa maklum dan tidak terlalu kecewa. Pasalnya, sudah dua kali musim haji nasib calon jemaah haji kita terkatung-katung. Sebab itu pemerintah harus bertanggung jawab atas keputusannya,” pungkasnya.