Sementara itu terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), pemerintah menurunkan usulan BPIH 2023 sebesar Rp 2,4 juta dari usulan awal.
Dengan usul penurunan itu, total biaya haji 2023 kini menjadi Rp 96,4 juta dari semula Rp 98,8 juta.
Namun, pemerintah belum merinci apakah penurunan itu akan diambil dari biaya yang dibebankan kepada jemaah atau dari nilai manfaat dana haji.
"Dan kami sampaikan bahwa dari keseluruhan kajian kami sementara ini, untuk direct dan indirect cost bahwa usulan per jemaah yang sebelumnya masih Rp 98,8 juta, kemudian menjadi Rp 96,4 juta, yaitu berkurang Rp 2,4 juta," ujar Hilman.
Hilman merinci penurunan sebesar Rp 2 juta didapat setelah pihaknya melakukan rasionalisasi terhadap beberapa rincian pembiayaan. Baik dari akomodasi selama di dalam negeri maupun selama di Arab Saudi.
Misalnya, dalam salah satu poin paparan, dari semula sekitar Rp 11 ribu menjadi sekitar Rp 10 ribu.
Kemudian, pelayanan selama di Embarkasi dari semula Rp114 ribu menjadi Rp98 ribu. Keduanya merupakan rincian pembiayaan bagi jemaah selama masih berada di dalam negeri.
Pemerintah melalui Kementerian Agama sebelumnya mengusulkan kenaikan BPIH 2023 sebesar Rp 98,8 juta per calon jemaah.
Dari jumlah itu, setiap jemaah akan dibebani sebesar 70 persen atau sebesar Rp 69 juta.
Baca juga: Kemenag Bakal Modifikasi Asrama Haji, Siapkan Fasilitas Ramah Penyandang Disabilitas
Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat dana haji sebesar Rp 29,7 juta.
Jumlah biaya yang dibebankan kepada jemaah itu naik dari biaya haji 2022 sekitar Rp 39 juta atau sekitar 40 persen menjadi 70 persen.
Adapun Komisi VII DPR mengusulkan kepada pemerintah agar pengadaan makan pagi bagi jemaah haji dihapus.
Marwan mengatakan, Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama (Kemenag) telah selesai melakukan kunjungan ke Arab Saudi terkait pelaksanaan ibadah haji 2023.
Salah satu hasilnya, Panja DPR dan pemerintah mendapati bahwa makan pagi terlalu mubazir untuk disediakan, sehingga diusulkan agar pengadaan makan pagi dihapus.
"Dalam kunjungan dan dialog dengan berbagai pihak jemaah haji, di pagi hari lebih cenderung melaksanakan ibadah. Dan durasi berada di tempat ibadah itu jauh lebih panjang ketimbang kembali ke penginapan. Maka karena itu, kami melihat bahwa pengadaan makan pagi itu cenderung mubazir," ujar Marwan.
Marwan menyampaikan, pada prinsipnya makan pagi memang tidak disediakan. Hanya saja, pada tahun 2022 makan pagi disediakan lantaran masih dalam situasi pandemi Covid-19.
Sebab, di masa pandemi Covid-19, jarang ada yang berjualan makanan sehingga jemaah haji perlu diberikan makan pagi. Kini, kata Marwan, di mana-mana sudah ada tempat makan.
"Maka orang jemaah lebih cenderung jalan pagi, kemudian beribadah lebih panjang durasinya di tempat-tempat ibadah di masjid. Mereka pulangnya agak lama, jadi makan pagi itu tidak dimanfaatkan dengan baik," tutur dia.
Selanjutnya, Marwan mengatakan, biaya konsumsi untuk jemaah haji ternyata masih bisa dinegosiasikan.
Menurut dia, harga makanan yang dibeli satuan tentu akan berbeda harganya ketika membeli ribuan makanan sekaligus.
"Maka karena itu, kemungkinan jauh di bawah yang ditawarkan itu masih mungkin dilakukan. Maka karena itu kami meminta pemerintah untuk melakukan negosiasi tentang harga," ucap Marwan.
Selain makan pagi, Marwan menyebut ada sejumlah komponen biaya haji yang masih bisa dipangkas. Di antaranya biaya hotel.
Marwan menilai harga satuan penginapan yang diajukan pemerintah masih bisa dinegosiasi lagi.