Laporan Wartawan Tribunnews.com Anita K Wardhani dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Kembali mengecewakannya Maskapai Garuda Indonesia dalam pelayanan penerbangan jemaah haji disorot Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji.
Jika sebelumnya dalam penerbangan pemberangkatan jemaah haji dari tanah air ke Arab Saudi bermasalah karena terjadi, kini dalam fase pemulangan permasalahan kembali muncul, maskapai Garuda mengubah rute penerbangan 46 kelompok terbang (kloter) jemaah haji Indonesia gelombang I yang di dalmnya terdapat kurang lebih 15 ribuan jemaah.
Jemaah yang seharusnya pulang dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, berubah titik pulang melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
Untuk diketahui, pergerakan jemaah haji Indonesia terbagi dalam dua gelombang.
Pertama, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara AMAA Madinah, lalu ke Madinah, Makkah, baru pulang melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah.
Kedua, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, lalu ke Makkah, Madinah, baru pulang melalui Bandara AMAA Madinah.
Perubahan jadwal penerbangan yang mendadak sangat merepotkan, bukan saja bagi jemaah tetapi tentu petugas dan berpotensi menambah beban biaya (cost) diluar skema.
"Perubahan penerbangan dipastikan menimbulkan efek domino dan sistemik. Jemaah kelelahan karena harus kembali menempuh perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah," kata Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Mustolih, jika dibandingkan waktu tempuh Makkah ke Jeddah kurang lebih 1,5 jam. Sementara Makkah ke Madinah bisa mencapai lebih 8 jam. Ini tentu merepotkan dan melelahkan jemaah.
Selain itu, perubahan ini memecah konsentrasi petugas.
Dalam kondisi normal, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daker Bandara, semestinya terkonsentrasi mengawal pemulangan jemaah haji gelombang I di Jeddah.
Akibat perubahan rute, petugas harus membagi pelayanan di Madinah. Hal ini bisa berdampak menurunnya layanan petugas sehingga tidak optimal.
Konsekuensi lanjutannya mengharuskan penyiapan layanan tambahan di Madinah di luar jadwal yang telah direncanakan yang mencakup akomodasi, konsumsi, dan transportasi sehingga menambah beban biaya baru.