TRIBUNNEWS.COM - Uji pra-klinis obat ebola bernama ZMapp pada monyek berhasil. 100 persen monyet yang diujicobakan berhasil sembuh dari penyakit yang telah membunuh 1.500 jiwa sejak dimulainya wabah di Guyana beberapa waktu lalu.
Peneliti yang memublikasikan hasil risetnya secara online di jurnal Nature, Jumat (29/8/2014), mengungkapkan bahwa keberhasilan ini adalah kemajuan besar dan meningkatkan harapan untuk menghentikan wabah ebola pada manusia.
ZMapp adalah ramuan obat yang terdiri dari tiga antibodi. Komposisi resmi obat itu belum dipublikasikan sebab masih dalam pengembangan. Karena komposisinya belum diketahui, ZMapp sering disebut "serum rahasia".
ZMapp pada saat yang sama juga telah diujicobakan secara terbatas pada manusia. Sejumlah 7 orang penderita ebola telah dirawat dengan ZMapp. Dua di antaranya meninggal walaupun sudah mengonsumsinya.
Dalam riset, peneliti berupaya mencari antibodi yang paling efektif untuk menyembuhkan ebola. Ilmuwan menginfeksi 18 monyet shesus dengan ebola. Kemudian, mereka menyuntikkan ZMapp dalam dosis tertentu.
Hasilnya menggembirakan. 100 persen monyet rhesus yang diinfeksi sembuh. Kesembuhan bahkan dialami oleh monyet yang baru diberi obat 5 hari setelah infeksi. Pada monyet, infeksi yang dibiarkan selama 5 hari bisa berdampak fatal.
Gary Kobinger dari Public Health Agency di Kanada yang terlibat riset mengatakan, keberhasilan ini menunjukkan kemajuan signifikan obat kali ini dengan yang diramu sebelumnya.
Kobinger tak menyangka kemajuannya akan sebesar ini. "Apa yang istimewa adalah bahwa kita bisa menyelamatkan hewan yang memiliki penyakit yang sudah parah," ungkapnya seperti dikutip BBC, Jumat lalu.
Meski sukses pada monyet, perlu penelitian lebih lanjut apakah ZMapp juga bisa dipakai manusia. Uji klinis pada manusia secara langsung juga masih dibuktikan untuk menilai kefektifan ZMapp.
Sejauh ini, baru diketahui bahwa manusia mengalami perkembangan ebola lebih lambat dari monyet. Jadi, diprediksi ZMapp masih akan manjur dari hari ke 9 atau 11 setelah infeksinya.
Peter Piot, Direktur Utama London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan bahwa setelah keberhasilan ini, ujicoba pada manusia adalah hal penting yang bisa dilakukan.