TRIBUNNEWS.COM.ADELAIDE- Sejumlah warga Indonesia yang berada di Australia menyampaikan kekecewaanya soal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Aksi protes di Adelaide dan Melbourne digelar sebagai bentuk penolakan dan berkabung atas pemberangusan politik di Indonesia.
Sejumlah warga negara Indonesia di Adelaide, dari berbagai elemen melakukan aksi penolakan UU Pilkada.
Komunitas Indonesia Peduli Demokrasi di Adelaide, Komunitas Flobamora Adelaide, Komunitas Anak Muda Nahdliyin Adelaide, dan kelompok Kajian Disabiltas Adelaide menggelar aksi unjuk rasa di Victoria Square, Adelaide, hari Minggu (5/10/2014).
Lebih dari 30 orang menggunakan kostum warna hitam sebagai simbol berkabung atas demokrasi di Indonesia yang dianggap telah mati.
"Setiap warga negara berhak memilih langsung pemimpinnya. Pilkada langsung memungkinkan lebih banyak perempuan dapat berperan serta dalam politik di ruang publik," ujar Nuraeni Mossel, warga Indonesia di Adelaide.
Menurutnya juga lewat pemilihan kepala daerah langsung, rakyat memiliki kontrol lebih besar dalam proses demokrasi.
Sementara itu pemilihan kepala daerah yang tidak akan dipilih langsung lagi oleh rakyat, mengkhawatirkan kondisi kehidupan para penyandang disabilitas.
Jaka Anom Ahmad Yusuf Tanakusuma, Koordinator Kelompok Kajian Disabilitas mengatakan penyandang disabilitas saja masih memiliki keterbatasan lewat pemilihan langsung, apalagi jika pemilihan dilakukan oleh DPRD.
"Kami makin kehilangan lebih banyak kesempatan untuk ikut memengaruhi politik, sehingga memengaruhi juga kehidupan kami sebagai penyandang disabilitas," ujar Jaka.
Dalam aksi tersebut mereka sepakat untuk menolak UU Pilkada dan akan memantau proses lebih lanjut terkait dengan penolakan ini.
Sejumlah warga Indonesia di Adelaide juga beranggapan kesalahan-kesalahan selama proses Pilkada secara langsung adalah bentuk kegagalan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai-partai politik yang ada.
Selain itu mereka mendukung langkah permohonan uji materi (judicial review) UU Pilkada kepada Mahkamah Konstitusi.
Unjukrasa di Melbourne
Aksi serupa juga digelar oleh sejumlah warga Indonesia, yang tergabung dalam Aliansi Indo-Melbourne Peduli Demokrasi (ALIM-PD), Kelompok Diskusi Indonesia (KDI), dan Komunitas Bhineka Indonesia (KBM), pada hari Sabtu (4/10).
Sekitar 60 orang warga Indonesia di Melbourne telah berkumpul di Federation Square, pusat kota Melbourne pada siang hari.
Dalam aksi tersebut, mereka menyampaikan sejumlah poin soal UU Pilkada. Diantaranya pengesahan UU yang dianggap sebagai cerminan perilaku elit politik di DPR yang bermaksud membajak kedaulatan rakyat.
Pengesahan UU Pilkada ini juga dianggap akan menjegal pemerintahan di bawah pimpinan Joko Widodo dan Yusuf Kalla. Mereka menilai adanya upaya dari Koalisi Merah Putih untuk mengembalikan Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru yang anti demokrasi.
Sementara soal pilkada yang akan dilakukan oleh DPRD karena upaya penghematan anggaran, dianggap sebagian warga Indonesia di Melbourne sebagai upaya pembungkaman politik.
Aksi di Melbourne diawali dengan menyanyikan sejumlah lagu nasional, kemudian pembacaan puisi, aksi seni, dan doa bersama. Pembacaan pernyataan sikap menjadi acara puncak.
Dalam aksi ini pun mereka mengajak warga Indonesia di negara bagian Victoria, dan di Indonesia, untuk berpartisipasi agar ada uji materi UU Pilkada.
Mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia akan menjadi lebih kritis terhadap partai dan mampu menjadi kekuatan penyeimbang bagi partai yang dianggap oligraki.