Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Di dunia mungkin hanya negeri Sakura saja yang melakukannya. Mau bunuh diri harus latihan terlebih dulu supaya hasil bunuh dirinya bisa sebaik mungkin, menguntungkan bagi negara. Itulah Kamikaze yang dilakukan tentara khusus angkatan udara Jepang di saat Perang Dunia Kedua 1945.
Kamikaze secara harafiah berarti angin dewa, berasal dari nama angin topan dalam legenda yang disebut-sebut telah menyelamatkan Jepang dari invasi Mongol pada 1281.
Kamikaze dalam bahasa Inggris umumnya merujuk kepada serangan bunuh diri yang dilakukan awak pesawat Jepang pada akhir kampanye Pasifik, Perang Dunia II terhadap kapal-kapal laut Sekutu.
Unit pelaku serangan-serangan bunuh diri tersebut dinamakan tokubetsu kogeki tai atau unit serangan khusus, biasanya disingkat menjadi tokkotai.
Pada Perang Dunia Kedua, skuadron-skuadron bunuh diri yang berasal dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang disebut shinpu tokubetsu kogeki tai. Shinpu dalam karakter kanji membentuk perkataan sama yaitu kamikaze.
Sebelum melakukan aksi bunuh diri menembak ke lawan dan menabrakkan kapal terbangnya ke kapal laut musuh, mereka harus melakukan latihan terlebih dulu agar aksi bunuh dirinya berjalan dengan baik tepat sasaran dan menghancurkan musuh secara total.
Para penerbang Kamikaze dilatih lebih keras dan berat dalam waktu enam bulan untuk mempersiapkan serangan yang diyakini menentukan nasib Jepang saat itu.
Para instruktur harus mempersiapkan ratusan pilot yang tidak mempunyai pengalaman menjadi pilot kamikaze.
Mereka berlatih di tengah musim dingin, terbang di tengah badai salju berketinggian 1.500 kaki. Tak sedikit pilot yang mengalami gangguan psikologis walau akhirnya bisa diatasi.
Saat latihan keras itu, Kepala Staf Komandan Angkatan Laut Kekaisaran, Admiral Noritake Toyoda sempat melakukan kunjungan pada Desember 1944 untuk memberikan semangat dan terakhir, membuat foto bersama serta memberi hadiah berupa sebilah pedang pendek dan hachimaki berupa ikat kepala tradisional berwarna putih bertuliskan Jinrai Butai.
Pada 28 Juni 1945, Skadron Divine Thunderbolts atau Jinrai Butai bergerak ke arah paling selatan di Pulau Kyush dan berpencar. Sebagian ke markas Pangkalan udara Angkatan Laut Izumi dan yang lain ada yang ke pangkalan Myakonojo.
Dari sini mereka ke Tomitaka, Usa, Oita dan ke pangkalan udara pusat Angkatan Laut di Kanoya.
Di lapangan sebelum menuju pesawat pun sedikit upacara minum sake di piring minum sake kecil dilakukan dan piring sake kecil langsung dibuang ke tanah sebagai lambang manusia dari tanah kembali ke tanah.
Para pilot berdoa dahulu di Kuil Yasukuni, Kuil Meiji dan pelataran Istana Kekaisaran Jepang, memohon kesuksesan misi mereka. Kebanyakan para orang tua diizinkan mengunjungi putra mereka saat misi mereka sudah dekat.
Umumnya, sebelum mengucapkan perpisahan, para orang tua menerima berbagai macam tanda mata dari putranya sebagai kenang-kenangan terakhir.
Para pejuang Kamikaze ini adalah pahlawan sangat hebat dipuja-puji oleh bangsa Jepang karena merekalah yang dianggap benar-benar pahlawan bangsa berjuang sampai titik darah penghabisan untuk Kaisar dan untuk negara. Banzai! Begitulah teriakan semangat bangsa Jepang bagi para pahlawan.