TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga Nepal mulai marah dan frustrasi karena pemerintah dinilai lamban mencari korban gempa.
Emosi mereka diekspresikan dengan menggali dan menyingkirkan puing-puing menggunakan tangan kosong untuk mencari kerabat mereka yang hingga Selasa (28/4) belum ditemukan.
Sejumlah gempa susulan, kerusakan parah akibat gempa pertama, rapuhnya sarana pendukung, dan minimnya dana menyebabkan upaya pencarian korban di negara miskin itu lamban. Tidak ada alat berat yang bisa dipakai untuk menyingkirkan puing dan tanah longsor.
"Menunggu bantuan lebih menyiksa ketimbang melakukan ini sendiri," kata Pradip Subba (27), korban gempa yang mencari jasad kakak dan adik iparnya di balik serakan puing Menara Dharahara di Kathmandu bersama sejumlah relawan. "Tangan kami kini satu-satunya mesin pencari," katanya.
Menara bersejarah dari abad ke-19 itu runtuh, Sabtu, akibat gempa dahsyat bermagnitudo 7,8. Ketika itu ratusan pelancong sedang berada di dalam. Sekitar 153 orang tewas tertimbun, termasuk kakak dan adik ipar Subba.
Hingga Selasa, korban tewas lebih dari 4.300 orang dan sekitar 7.600 orang terluka akibat bencana itu. Perserikatan Bangsa- Bangsa menyebut, terdapat 8 juta penyintas gempa. Mereka tersebar di 39 distrik di Nepal. Dua juta orang di antara mereka paling menderita karena tinggal di 11 distrik yang paling parah terdampak gempa.
Perdana Menteri Nepal Sushil Koirala mengatakan, tantangan terberat adalah mengirimkan bantuan ke daerah terparah diguncang gempa. Ia menambahkan, jumlah korban tewas mungkin bisa mencapai 10.000 orang karena banyak daerah belum bisa dijangkau.
Puluhan ribu korban tiga malam terakhir tidur di tenda darurat di alam terbuka. Di Kathmandu, ribuan orang tidur di tenda yang dibangun seadanya di trotoar, jalan, dan taman. Rumah sakit penuh sesak. Air, makanan, dan listrik sulit. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran memicu wabah penyakit menular.
Bantuan internasional mulai berdatangan, termasuk dari organisasi medis internasional Dokter Lintas Batas (MSF). Tim MSF tiba di Kathmandu dan Gorkha untuk menilai kerusakan dan membantu layanan medis dengan mendirikan rumah sakit darurat.
Belum tentu hilang
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Suhartono, dari Langkawi, Malaysia, mengatakan, 13 warga Indonesia di Nepal yang belum bisa dihubungi sampai Selasa belum tentu hilang atau menjadi korban. Pemerintah berharap hanya terjadi kendala komunikasi mengingat gempa merusak infrastruktur jalan dan jaringan komunikasi.
Pemerintah Indonesia menganggarkan dana 1 juta dollar AS untuk untuk membantu Nepal. Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto, seusai memimpin rapat persiapan Tim Indonesia Peduli Nepal di Kantor Pusat BNPB, mengatakan, jika digabungkan dengan sumbangan dari pihak swasta, jumlahnya bisa lebih besar lagi.
Tim Indonesia diberangkatkan dalam dua tahap. Tahap pertama menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara, Rabu ini memberangkatkan dokter spesialis bedah tulang beserta perlengkapannya.
Tahap kedua menggunakan pesawat Airbus A300 Garuda Indonesia, Jumat (1/5). Selain personel, tim ini membawa obat- obatan, makanan siap saji, makanan pengganti ASI, tenda keluarga, tenda pengungsian, dan berbagai perlengkapan lainnya.
Polri juga memberangkatkan dua anggota Disaster and Victim Identification untuk membantu identifikasi korban gempa di Nepal dan bertugas selama 20 hari.
(SAN/NUT/AFP/AP/)