TRIBUNNEWS.COM, SURIAH - Lima tahun sudah perang sipil di Suriah terjadi.
Jutaan pengungsi mencari tempat teraman untuk kelangsungan hidup keluarga mereka.
Tak hanya rumah, mereka juga meninggalkan teman-teman dan kerabat dekat mereka.
Yang paling menderita akibat perang berkepanjangan ini, tak lain dan tidak bukan adalah anak-anak; bagaimana kondisi kesehatan mereka, bagaimana pendidikan mereka, dan di manakah anak-anak ini tidur saat perang terjadi?
Fotografer Magnus Wennan, yang berkeliling Eropa dan Timur Tengah mendokumentasikan anak-anak korban perang, memberikan jawabannya.
Shehd (7)
Shehd merupakan sosok yang ceria. Ia sangat menyukai menggambar. Dari pemantauan ibunya, ia sangat menyukai menggambar senapan. “Ia melihatnya (senapan) sepanjang waktu,” kata ibunya.
Semenjak mengungsi, kegemaran Shehd melukis mendadak hilang. Menurut ibunya, mengungsi membuat anaknya tumbuh terlalu cepat. Kini mereka tinggal di perbatasan Hungaria. Mereka mengambil makan dari pohon-pohon di sekitarnya. Mereka bilang, jika tahu betapa melaratnya mengungsi, mereka akan tetap tinggal di Suriah.
Ahmed (6)
Ayah Ahmed tewas di kota asal mereka, Deir ez-Zor, Suriah bagian utara. Sekarang ia diurus oleh pamannya dan tengah berusaha keluar dari Hungaria tanpa harus mendaftar pada pihak otoritas.
Ahmed membawa tasnya yang berat sendirian, tak memperdulikan usianya yang masih sangat muda. “Ia adalah anak yang berani, sesekali menangis ketika malam hari,” ujar pamannya.
Ralia (7) dan Rahaf (13)