TRIBUNNEWS.COM, SURIAH - Raqqa, kota di Suriah, identik dengan kelompok militan yang menamakan dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) setelah mereka menjadikannya sebagai ibu kota kekhalifahan Islam versi ISIS pada awal 2014.
Oleh ISIS, Raqqa – kota yang pernah menjadi ibu kota kekhalifahan Abbasiyah – dijadikan sebagai “pusat pemerintahan” dan “pusat kegiatan militer”.
Sejak jatuh ke tangan ISIS, tak banyak yang diketahui soal kondisi di sana karena ISIS secara ketat mengontrol arus informasi.
Namun, seorang pegiat secara diam-diam merekam suasana kota dan berhasil membawa rekaman ini ke Turki.
Dari rekaman ini terlihat, warga berlalu-lalang di satu bagian kota, sementara di sisi kiri dan kanan jalan terdapat tumpukan kantong pasir.
Di atap salah satu gedung, bendera ISIS berwarna hitam berkibar ditiup angin.
Di bagian lain, rekaman menunjukkan pasar tradisional yang cukup ramai.
Ada kios-kios penjual, sementara beberapa perempuan dengan pakaian berwarna hitam berjalan bergegas.
Di jalan, beberapa orang menarik gerobak berisi dagangan.
Lagi-lagi, terlihat banyak tumpukan kantong pasir.
“Menyembunyikan” jalan
Yang cukup mencocok, beberapa meter di atas beberapa ruas jalan, dipasang terpal.
Para aktivis mengatakan terpal ini sengaja dipasang agar jalan-jalan di Raqqa tak bisa dilihat oleh pesawat-pesawat tempur milik koalisi yang secara rutin menggempur Raqqa.
"Tak semua warga di Raqqa menerima kehadiran ISIS. Mereka ini tergabung dalam kelompok Ahrar al-Furat," ungkap aktivis yang mengambil video saat berbincang dengan BBC di satu lokasi di Turki.
Mereka ini, katanya, melakukan hal-hal yang bisa dianggap sebagai bentuk atau simbol perlawanan terhadap ISIS, meski tindakan itu sepele.
Misalnya menulis grafiti di tembok kota.
"Intinya adalah, kami ingin menunjukkan bahwa ISIS tidak diterima di Raqqa."
Bagi para aktivis, kesulitan terbesar yang mereka hadapi adalah mengirim informasi keluar.
"ISIS mengontrol siapa saja, apa saja. Mereka akan melakukan tindakan apa pun untuk memastikan warga kota tidak berkomunikasi dengan dunia luar," kata aktivis tersebut.
Ia juga mengatakan suasana waspada sangat terasa, seakan-akan kota harus disiapkan setiap saat untuk menghadapi pertempuran.
"Rasanya sudah siap perang, siap bertempur di jalan-jalan," katanya.
Kota maut
Hal lain yang juga tampak di video ini adalah sejumlah keluarga mengepak barang dan meninggalkan Raqqa dengan menggunakan mobil atau truk.
Di pinggiran Raqqa, puluhan ribu orang terlebih dulu mengungsi seiring dengan makin intensifnya pertempuran.
"Yang paling berat menanggung penderitaan adalah warga yang terjebak di Raqqa. Mereka dibom. Kondisi mental anak-anak mengenaskan," kata aktivis Raqqa.
"Ini adalah kota maut, siapa pun bisa mati setiap saat."
Koalisi yang memerangi ISIS di Suriah dan Irak meningkatkan serangan udara di sekitar Raqqa dalam beberapa pekan terakhir yang dilaporkan memicu peningkatan jumlah korban di kalangan warga sipil.
Pada Senin (5/6/2017), organisasi HAM mengatakan satu serangan udara menewaskan setidaknya 17 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, yang tengah meninggalkan Raqqa dengan menyeberangi Sungai Efrat.
Menurut PBB, 100.000 orang menyelamatkan diri dari Raqqa sejak April untuk menghindari pertempuran.
Di dalam kota, harga pangan naik dan pasok air bersih hanya tersedia rata-rata hanya empat jam per hari.
Selain itu, Raqqa juga menghadapi kelangkaan tenaga medis dan obat-obatan.