Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Militer Myanmar gelar penyelidikan internal atas perilaku tentara selama serangan balasan yang telah dilancarkan terhadap lebih dari setengah juta warga etnis Rohingya.
Pasalnya warga etnis Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh, banyak mengatakan mereka menyaksikan pembunuhan, perkosaan, dan pembakaran oleh pasukan Myanmar.
Kekerasan berawal dari serangan oleh ratusan gerilyawan Rohingya.
Baca: Malaysia Tangkap 45 Teroris Asing Sepanjang 2017, Ada Warga Negara Indonesia
Mereka mengepung pos-pos perbatasan di Rakhine dan membunuh 12 tentara.
Sebuah komite yang dipimpin oleh Letnan Jenderal militer Aye Win telah memulai penyelidikan perilaku personil militer, kantor Panglima militer mengatakan, Jumat (13/10/2017).
Menurut pernyataan yang diposting di halaman Facebook Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, panel akan bertanya, "apakah para tentara mengikuti kode etik militer? Apakah mereka benar-benar mengikuti perintah selama operasi? Setelah itu, Komite akan merilis informasi lengkap. "
Baca: Begini Aksi Bejat Pria Ini Kelabui Anak -anak Untuk Puaskan Birahinya
Myanmar menolak masuknya sebuah panel PBB yang bertugas menyelidiki dugaan pelanggaran setelah serangan balasan militer terhadap gerilyawan Rohingya diluncurkan pada Oktober 2016.
Sebelumnya, Panglima militer Myanmar mengimbau rakyat negara itu bersatu menghadapi "isu" Rohingya.
Minoritas Rohingya disebutnya “tidak memiliki akar di negara” itu.
Kantor berita Perancis, AFP, Minggu (17/9/2017), melaporkan, operasi militer yang digelar di wilayah konflik Rakhine, di mana minoritas Rohingya menetap, adalah untuk mengusir militan.
Baca: Amerika Umumkan Mundur Dari UNESCO, Israel Berencana Ikut Hengkang