Sebuah akun media sosial setempat mengabarkan, pada akhir pekan lalu para kader partai mengunjungi warga miskin pemeluk Kristen di kota Huangjinbu.
Mereka datang mempromosikan kebijakan pengentasan kemiskinan dan menawarkan bantuan untuk meringankan beban materi mereka.
Para kader partai dikabarkan sukses mencairkan hati warga dan mengubah mereka yang awalnya memercayai agama menjadi percaya kepada partai.
Alhasil, lebih dari 600 warga secara "sukarela" menyingkirkan kitab suci dan foto-foro keagamaan di kediaman mereka dan menggantinya dengan foto Presiden Xi Jinping.
Kabar dari medsos itu hilang pada Senin (13/11/2017), tetapi harian South China Morning Post mendapatkan konfirmasi dari warga yang membenarkan adanya kunjungan dari rumah ke rumah itu.
Sejak Maret
Qi Yan, ketua kongres rakyat dan penanggung jawab program pengentasan kemiskinan kota Huangjinbu mengatakan, kampanye ini sudah dilakukan sejak Maret lalu.
Dia mengatakan, program tersebut fokus dalam mengajarkan keluarga-keluarga Kristen tentang banyaknya upaya yang sudah dilakukan partai untuk mengurangi kemiskinan dan keprihatinan Presiden Xi terhadap kualitas hidup rakyatnya.
"Banyak keluarga miskin yang terjerumus ke dalam kemiskinan misalnya karena masalah sakit. Mereka yakin Yesus akan menyembuhkan penyakit mereka," kata Qi.
"Namun kami berusaha untuk menjelaskan sakit adalah masalah fisik dan yang bisa membantu mereka adalah Partai Komunis dan Sekjen Xi," ujar Qi Yan.
Seorang warga Yugan bermarga Liu mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir banyak tetangganya yang diminta menurunkan berbagai pernik keagamaan di kediaman mereka.
"Beberapa keluarga menempelkan bait-bait doa di pintu depan kediaman mereka selama masa Tahun Baru, beberapa juga memasang salib. Namun, kini semua sudah diturunkan," kata Liu.
Namun, Qi menepis dugaan yang menyebut warga diiming-imingi uang untuk mengganti pernak pernik keagamaan yang ada di kediaman mereka.
"Kami hanya meminta agar poster-poster di bagian tengah rumah diturunkan. Mereka masih bisa memasangnya di ruangan lain," ujar Qi.
"Mereka masih memiliki kebebasan memeluk agama, tetapi di dalam pikiran mereka juga harus memercayai partai," Qi menegaskan. (Ervan Hardoko)