Pertama, sistem radar yang terus mengawasi kawasan udara dengan jangkauan hingga radius 40 mil persegi.
Segala benda tak dikenal yang melewati kawasan tersebut akan ditangkap oleh peralatan yang dipasang di sebuah truk pengendali.
Di sini, semua informasi diolah, untuk menentukan apakah akan melakukan penangkalan ataupun sebaliknya.
Jika keputusan pencegatan diambil, maka data ini akan segera dikirimkan ke unit interceptor alias pencegat.
Yang akan meneruskan perintah untuk meluncurkan misil penangkal rudalyang sudah diprogram sedemikian rupa.
Sehingga sanggup mengenali ancaman tersebut.
Mereka mengklaim bisa meluncurkan rudal penangkal serangan dalam jumlah yang banyak sekaligus untuk mengantisipasi serangan roket yang lebih besar.
Tiap rudal yang diluncurkan Iron Dome, setidaknya menghabiskan anggaran sekitar USD 40 ribu.
Namun demikian, mereka menganggap, harga mahal itu sebanding dengan efektivitas yang ditunjukan sistem pertahanan rudal canggih ini.
Militer Israel bahkan mengklaim bahwa pihaknya berhasil melumpuhkan roket-roket yang diluncurkan Hamas.
Selain itu, sistem pertahanan rudal ini juga sanggup mengenali arah roket yang datang.
Jika mengarah ke wilayah padat penduduk, maka skema pencegatan segera dilakukan.
Lain halnya ketika roket mengarah pada wilayah yang tidak didiami penduduk.
Biasanya dibiarkan begitu saja lantaran tidak menimbulkan kerusakan dan korban.
Pengembangan sistem pertahanan rudal ini, tak terlepas dari peran serta Amerika Serikat.
Pada awal pengembangannya, pemerintahan AS yang saat itu masih dipimpin Barack Obama bahkan memberikan USD 200 juta untuk pengembangan sistem pertahanan rudal ini. (*)