TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia dilaporkan mengusulkan sebuah proposal untuk menangkal kabar tidak benar (hoaks).
Dilansir kantor berita AFP, Senin (26/3/2018), dalam undang-undang Fake News itu, orang yang melanggar bakal dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun.
Selain itu, pelanggar undang-undang bakal dikenai denda hingga 500.000 ringgit, atau sekitar Rp 1,7 miliar.
Warga atau luar negeri, sekalipun berada di negara mereka, bisa didakwa dengan undang-undang itu jika mempublikasikan "berita palsu" yang menyangkut Malaysia atau warganya.
Baca: Dituding Ratna Sarumpaet Sebarkan Hoax, Tanggapan Mahfud MD Mengejutkan
Aktivis (HAM) dan kalangan oposisi menyoroti dan khawatir, peraturan itu dibuat untuk membungkam kritik terhadap Perdana Menteri Najib Razak.
Najib sudah mendapat kritik sejak skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang diduga menyalahgunakan dana 4,5 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 61,7 triliun.
Meski Najib membantah adanya korupsi, dilaporkan pemerintahannya memblokir situs internet dan media yang menerbitkan laporan negatif tentang Najib dan 1MDB.
Anggota Parlemen Malaysia Charles Santiago berkata, diskusi akan undang-undang itu terjadi di saat Malaysia bakal menggelar pemilihan umum pada Agustus mendatang.
"Peraturan itu bisa menjadi senjata terkuat pemerintah untuk membungkam diskusi tentang 1MDB, apalagi ketika masa pemilu sudah dekat," kata Santiago.
Juru bicara Partai Keadilan Rakyat Fahmi Fadzil berujar, dia menduga pemerintah bakal menargetkan media asing yang kencang memberitakan soal 1MDB.
Adapun Wakil Direktur Human Rights Watch di Asia, Phil Robertson mengatakan, pemerintah sekarang tengah mengadopsi gaya Presiden AS Donald Trump.
Trump diketahui melabeli yang tidak sejalan dengan visi, atau sering mengkritiknya sebagai "media palsu".
"Pemerintah berusaha menentukan apa yang orang katakan soal Malaysia di dunia," terang Robertson.