TRIBUNNEWS.COM, YERUSALEM - Sulitnya akses umat Kristiani Gaza mendapatkan izin melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, dinilai para pemimpin Kristen di kawasan itu merupakan dampak dari kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Keputusan Trump pada Desember lalu untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dianggap menimbulkan masalah baru.
Dikutip dari laman Aljazeera, Jumat (30/3/2018), para pemimpin Kristen dunia menilai kebijakan itu bisa berdampak pada semakin ketatnya pembatasan otoritas Israel terhadap warga lain yang ingin mengunjungi tempat suci mereka di Yerusalem.
Baca: Israel Tidak Izinkan Umat Kristiani Gaza Rayakan Paskah di Yerusalem
Kanselir dari Patriarkat Latin di Yerusalem, Pastor Ibrahim Shomali mengatakan bahwa umat Kristen pun tidak mendapatkan izin.
"Israel akan menutup setiap pos pemeriksaan, dan ini akan lebih ketat daripada tahun lainnya, karena apa yang disampaikan Trump dan efek yang kami dapatkan darinya," kata Shomali.
Sedangkan Youssef Daher dari Pusat Inter-Gereja Yerusalem menyampaikan keputusan Trump dapat menyebabkan tekanan lebih lanjut dari Israel pada otoritas Kristen, karena mereka berpikir bahwa mereka memiliki kebebasan.
Sebelumnya, pada Februari lalu, para pemimpin Kristen mengambil keputusan langka untuk menutup Gereja Makam Suci, selama tiga hari.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pajak baru Israel dan Undang-undang pengambilalihan lahan.