TRIBUNNEWS.COM, VENEZUELA - Venezuela didera krisis ekonomi parah, antara lain ditandai dengan inflasi yang meroket. Dengan mata uang setempat, tisu dijual 2,6 juta sementara daging ayam 14,6 juta.
Di tengah krisis, banyak warga memilih meninggalkan negara tersebut.
Apa akar dari krisis ekonomi Venezuela?
Venezuela kaya minyak. Negara itu terbukti memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Tetapi kekayaan ini yang menjadi akar kebanyakan masalah ekonominya.
Keuntungan minyak Venezuela merupakan 95% dari pemasukan ekspor. Ini berarti ketika harga minyak tinggi, banyak uang yang mengalir ke pemasukan pemerintah Venezuala.
Baca: 10 Fakta Bangkrutnya Venezuela Akibat Sikap Negara Terlalu Baik, Warga Terpaksa Makan Daging Busuk
Ketika President Hugo Chavez dari kelompok sosialis berkuasa, dari bulan Februari 1999 sampai meninggal dunia di bulan Maret 2013, dia menggunakan sebagian dana tersebut untuk membiayai sejumlah program sosial guna mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan dengan murah hati.
Dua juta rumah didirikan lewat program pemerintah Misión Vivienda (Misi Perumahan), menurut angka resmi.
Tetapi ketika harga minyak anjlok pada tahun 2014, pemerintah tiba-tiba dihadapkan lubang besar pembiayaan dan harus memotong sejumlah program yang populer.
Apakah ketergantungan terlalu tinggi pada minyak, satu-satunya masalah?
Tidak, banyak kebijakan lain yang diperkenalkan Hugo Chavez juga menjadi negatif.
Untuk membuat kebutuhan pokok terjangkau masyarakat miskin, pemerintah menetapkan harga barang dan jasa, mematok dana yang rakyat keluarkan untuk mendapatkan barang-barang seperti tepung, minyak goreng dan keperluan mandi.
Tetapi ini berarti banyak perusahaan tidak lagi meraup keuntungan saat memproduksi barang-barang ini, sehingga mereka bangkrut.
Hal ini, ditambah kelangkaan mata uang asing untuk mengimpor bahan kebutuhan pokok, menyebabkan kelangkaan.