News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

CEO 10 Konbini di Jepang, Leo Hattori Dulu Hanya Sekolah 6 Hari saat SD

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Leo Hattori (40), kelahiran Perfektur Hyogo.

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Leo Hattori, pria kelahiran Hyogo 2 Mei 1978 kini menjadi CEO dari 10 konbini (convenient store) di Jepang.

Namun siapa sangka, Leo Hattori semasa kecil hanya bersekolah 6 hari saja di sekolah dasar.

"Sejak usia 2 tahun sampai dengan usia 7 tahun saya ikut orangtua ke Los Angeles, sepulangnya barulah menetap di Jepang sampai sekarang," ungkap Leo Hattori, tokoh yang muncul dalam acara "Membawa Manusia Sangat Langka" dalam program TV Asahi, Senin (10/9/2018).

Hattori tidak ingin belajar. Kelas satu sekolah dasar (SD) dia hanya 6 hari saja ikut sekolah.

Sisanya dihabiskan dengan bermain-main dengan temannya. Leo dikenal bandel semasa kecilnya (disebut yanki di Jepang).

Meski dititipkan di fasilitas untuk anak nakal, Leo pun kabur lalu mengikuti senior yanki bernama Katagiri selama 7 tahun.

"Dari Katagiri saya dapat banyak wejangan dan berpengaruh pada hidup. Dia katakan, tidak sekolah tak apa, kamu tidak bodoh, tapi kalau kerja harus fokus dan kerja keras supaya bisa jadi CEO perusahaan. Sejak saat itu di kepala saya hanya ada kata kerja dan tujuan jadi CEO," kata Leo menceritakan kisahnya.

Baca: Eko Purnomo Bingung Rumahnya Dikepung Bangunan Tetangga hingga Tak Punya Akses Jalan

Setelah pisah dari Katagiri usia 14 tahun, setahun kemudian Leo mendapat pekerjaan di supermarket.

"Kenapa di supermarket, karena saya kira itu toko luar biasa karena super. Kalau paksi nama ultra mungkin saya kerja juga di sana. Jadi saya sama sekali tak tahu toko apa itu," kata dia.

Saat telepon ke supermarket itu Leo awalnya ditolak, tapi dia tak mengerti isi pembicaraan dan langsung datang ke supermarket itu memaksa untuk kerja.

Akhirnya Leo dapat kerja paruh waktu dua jam saja.

"Kerja memang hanya 2 jam tapi saya kerja terus sampai 10 jam sampai orang di sana bingung. Kamu boleh pulang, kata mereka, tapi saya tetap kerja saja," ujarnya.

Manajer supermarket, Satake mengakui Hattori sangat rajin.

"Dia sangat rajin kerja cepat sehingga kita puas sekali lalu kita angkat jadi pegawai bagian makanan," ungkap Satake.

Meskipun demikian Hattori tidak puas karena tujuan akhirnya menjadi CEO.

Dia lalu ke luar dari supermarket dan bekerja membuat konbini dan usia 20 tahun menjadi kepala konbini.

Dalam tiga tahun saat usianya 23 tahun, Leo menjadi CEO konbini dan tahun 2008 mendirikan perusahaan sendiri bernama LEOX.

Kini dia memiliki 10 toko konbini sebagai CEO perusahaan tersebut.

Tingkat pendidikannya yang sangat rendah membuatnya belajar dari dalam supermarket.

Huruf kanji belajar dari nama-nama barang yang dijual di sana.

Sedang angka dipelajarinya dengan menghitung lalu dijumlahkan semua. Kalkulator belum dikenalnya.

Saat kalkulator dikenalnya Hattori tak tahu bagaimana mengalikan angka, karena yang dilihat simbol 'X' dia menyangka bahwa simbol itu merupakan tanda bahaya tak boleh disentuh.

"Saya takut pencet tanda X karena pikiran saya X itu salah dan bahaya. Jadi saya tak pakai tanda X sehingga tak mengerti pakai kalkulator bagaimana mengalikan sebuah bilangan," kata dia.

Saat bekerja di konbini pun ada stafnya yang salah memberikan tiket Disneyland.

Baca: Polisi Dalami Dugaan Unsur Kesengajaan Kecelakaan Bus di Cikidang

"Jadi pada tanggal hari ke Disneyland, pembeli pasangan itu kita cari dan saya akhirnya menemukan mereka, menjelaskan dan minta maaf. Pasangan itu malah menangis terharu," ujarnya.

Ada pula seseorang yang lupa membawa pulang SIM aslinya setelah difotokopi.

"Saya bawa sampai ke rumahnya padahal dia di Gunma dan saya di Kanagawa. Sampai di rumah pemilik SIM dia terharu sekali dan katakan setiap waktu silakan datang main-main ke rumahnya," kata Leo.

Kini Hattori punya 10 toko konbini Family Mart (franchise) dan penghasilannya sekitar 6,1 juta yen setahun dengan 160 karyawan.

Setelah dipotong dengan biaya dan kerugian, setahun penghasilannya sekitar 60 juta yen karena sempat merugi sekitar 10 juta yen.

Penghasilannya sekitar 5 juta yen per bulan saat ini atau jika dikonversi ke mata uang rupiah sekitar Rp 700 juta per bulan.

"Uang penting tapi bukan tujuan utama. Membahagiakan konsumen terpenting dan juga menjaga orangtua dengan baik juga sangat penting," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini