TRIBUNNEWS.COM - Hanya beberapa hari setelah tragedi teror di Christchurch, Selandia Baru, sebuah insiden penembakan kembali terjadi di Utrecht, Belanda, Senin (18/3/2019).
Seorang pria berdarah Turki bernama Gokmen Tanis, melepas tembakan beberapa kali di sebuah gerbong trem.
Tiga orang meninggal menjadi korban penembakan.
Lalu, siapa sebenarnya Gokmen Tanis?
Dilansir BBC, Selasa (19/3/2019), aparat berwenang menyebut Gokmen Tanis sebagai pria yang kerap bikin onar.
Media Algemeen Dagblad, mengklaim mendapat info dari seorang wanita bernama Angelique (47).
Angelique mengaku, dia pernah hampir diperkosa oleh Gokmen Tanis pada 2017.
Menurut Angelique, Gokmen Tanis pernah dipenjara atas aksinya itu.
Ia juga menyebut Gokmen Tanis hanyalah pria pecandu narkoba.
"Dia bukan seorang teroris, tapi hanya seorang psikopat," ujar Angelique.
Laporan dari media Belanda menyebut kehidupan rumah tangga Tanis berantakan.
Beberapa tindak kriminal lain yang pernah dilakukan Tanis, diantaranya mencuri sepeda, dan merampok sebuah toko sepeda.
Meski banyak media barat menyebut serangan di Utrceht sebagai aksi terorisme, tapi Gokmen Tanis dikenal oleh tetangga sebagai seorang pria yang tak taat beribadah.
Seorang tetangga Tanis, mengatakan kepada media De Volkskrant, Tanis tak pernah pergi ke masjid.
"Dia hanya anak frustrasi dengan IQ jongkok," ujar pria itu.
Misteri Motif Serangan
Pihak kepolisian mengatakan, Gokmen Tanis ditangkap pada Senin (18/3/2019) malam.
Pihak berwenang Belanda sedang mempertimbangkan kemungkinan motif teroris untuk insiden penembakan di Kota Utrecht, Belanda.
Tapi, dikutip dari CNN, Walikota Utrecht, Jan van Zanen mengatakan motif di balik serangan tersebut masih belum jelas.
Sebuah surat ditemukan di sebuah mobil Renault Clio merah yang diduga dipakai Tanis.
Tapi, kepolisian belum mengungkap isi surat tersebut.
Seorang saksi mata, Vincent van Roon mengatakan jika dirinya melihat langsung insiden penembakan tersebut dari kantornya.
"Saya ada di sana pada saat penembakan. Saya berada di sebuah gedung di samping trem. Saya mendengar penembakan dan orang-orang datang ke gedung, bersembunyi," kata van Roon.
Van Roon ingat pernah melihat respons polisi yang keras dan petugas medis yang menangani salah satu yang terluka di jalan untuk waktu yang lama.
Pada konferensi pers Senin malam, Perdana Menteri Mark Rutte menyatakan belasungkawa kepada mereka yang kehilangan anggota keluarga dalam serangan tersebut.
"Untuk saat ini, kita diliputi oleh rasa ngeri dan tidak percaya pada peristiwa mengerikan hari ini," ujar Rutte. (*)