TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Di usia 17 tahun, Hayfa Adi diculik oleh militan kelompok Negara Islam (ISIS) di Irak utara.
Dia ditahan selama lebih dari dua tahun dan berulang kali diperkosa, dipukuli dan diperdagangkan seperti ternak.
"Mereka membeli kami seolah-olah kami adalah domba. Persis seperti domba," cerita Hayfa.
Yang lebih penting bagi ibu muda ini, ketika ia membangun kembali kehidupan keluarganya di Queensland, Australia, adalah mencari tahu apa yang terjadi pada suaminya, Ghazi Lalo.
Tak mengetahui apa-apa adalah hal yang "sangat sulit, sangat sulit bagi kami semua", katanya.
Putra tertua pasangan itu masih balita ketika Ghazi menghilang.
"Dia ingat ayahnya dan terus bertanya, 'Bu, kapan ayah kembali?'," tutur Hayfa.
Baca: Seorang Ibu Kubur Bayinya Sendiri, Ngakunya Kubur Bangkai Kucing di Tasikmalaya
Bungsu mereka tak pernah mengenal ayahnya.
Ia dilahirkan di kamp penangkapan ISIS.
"Kami benar-benar harus menemukan cara untuk bertahan hidup."
Pertemuan terakhir
Sudah lima tahun berlalu sejak keluarga Hayfa hancur akibat tindakan genosida ISIS terhadap orang-orang Yazidi di Irak utara dan Suriah.
Tujuh ribu anggota etnis minoritas dan agama ini terbunuh sementara 3.000 lainnya hilang.
Saat penangkapan, Hayfa, yang sedang hamil tua, berada di rumahnya di desa Kocho bersama Ghazi dan putra sulung mereka.