TRIBUNNEWS.COM - Hubungan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) kian memanas.
Tewasnya perwira tinggi Iran Qassem Soleimani membuat pihak Iran berang dan sempat berjanji akan melakukan pembalasan atas serangan tersebut.
Diketahui, Mayor Jenderal Qasem Soleimani dikabarkan tewas pada hari ini, Jumat, 3 Januari 2020
Jasad Soleimani hanya dikenali dari cincin yang digunakannya, dan tak hanya Jenderal tersebut, wakil Komandan Milisi Syiah Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, turut meninggal dalam insiden tersebut.
Dalam kasus ini, pihak yang saat ini diduga menjadi pelaku adalah pihak militer Amerika Serikat yang melakukan pengeboman di Bandara Internasional Irak.
Hal ini dipertegas oleh pemimpin kelompok paramiliter Irak Hashed Al-Shaabi.
Hashed tersebut adalah jaringan unit bersenjata yang mayoritas didominasi oleh kelompok Syiah, yang merupakan salah satu aliran yang dianut oleh umat Muslim, selain Sunni.
Siapa Qassem Soleimani?
Dikutip dari Wikipedia.com, Soleimani lahir pada 11 Maret 1957. Sejak 1998 ia memimpin pasukan Al Quds, unit militer khusus di tubuh Pasukan Pengawal Revolusi Iran.
Pasukan Al Quds memiliki tugas menjalankan operasi-operasi bantuan militer maupun politik di luar wilayah Iran, demi kepetingan negara tersebut.
Qassem merupakan veteran perang Irak-Iran. Sebagai kepala pasukan ekstrateritorial, Qassem memiliki hubungan sangat dekat dengan milisi Hezbollah di Lebanon.
Begitu juga dengan kelompok Hamas di Jalur Gaza. Secara politik, Qassem juga memiliki hubungan sangat baik dengan kelompok Kurdi Irak dan Suriah serta kaum Shiah di kedua negara tersebut.
Saat kelompok Kurdi memberontak Saddam Hussein pada tahun 90an, Qassem membantu menyalurkan senjata dan logistik untuk mereka.
Ketika Suriah terjatuh dalam perang saudara, pemberontakan dan meluasnya sepakterjang kelompok ISIS, Iran mengirimkan Qassem Soleimani.