Ia bahu membahu bersama pasukan Bashar Assad, memerangi ISIS dan kelompok-kelompok bersenjata dukungan Saudi, Emirat, Turki, dan negara barat.
Di Irak, kelompok PMU dengan dukungan Qassem bersama pasukan Irak, sukses mengalahkan ISIS yang menguasai Mosul dan sekitarnya bertahun-tahun.
Sebagai anak desa, Qassem kecil tumbuh selayaknya putra petani miskin. Beranjak muda, ia merantau ke kota Kerman, bekerja sebagai tukang bangunan.
Pada 1975, Qassem bekerja di perusahaan air minum di Kerman. Di sela-sela istirahatnya, Qassem berusaha ikut latihan beban di tempat gymnasium.
Ia juga sering mendengarkan pengajian dan kotbah Hojjat Kamyab, ulama anak didik Ayatollah Khomeini.
Pada 1979, Qassem bergabung ke Pasukan Pengawal Revolusi Iran, sesaat sesudah Revolusi Iran berhasil menjungkalkan Shah Reza Pahlevi.
Di awal karier militernya, sebagai opsir muda ia ditempatkan di barat laut Iran, dan ikut serta dalam penanganan pemberontakan separatis Kurdi di Provinsi Azerbaijan Barat.
Pada 22 September 1980, ketika Presiden Irak Saddam Hussein menyatakan perang ke Iran, Soleimani terjun memimpin kompi pasukan dari Kerman.
Prestasinya cemerlang karena ia berani dan cermat. Ia berhasil merebut wilayah-wilayah yang diduduki pasukan Irak di Kerman.
Kontribusinya itu membuat ia diganjar penghargaan memimpin Divisi Sarallah 41 saat masih berusia 20-an. Ia ikut dalam sebagian besar operasi di wilayah selatan.
Sesudah perang Irak-Iran berakhir pada 1988, Qassem menapaki karier penting di IRGC, hingga ia dipercaya mengepalai Pasukan Quds.
Qassem sempat diyakini akan memimpin IRGC, meneruskan kepemimpinan Jenderal Yahya Rahim Safavi pada 2007. Ternyata hingga kematiannya, ia masih berada di pos Pasukan Quds.
Qassem Soleimani digambarkan merupakan perwira yang paling berpengaruh di Timur Tengah untuk saat ini.
Ia ahli strategi dan taktik militer terkait usaha Iran memerangi pengaruh barat dan memperluas pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.