TRIBUNNEWS.COM - Donald Trump mengalahkan rekor Twitter-nya sendiri selama menjadi presiden dengan mengunggah cuitan maupun retweet sebagai lebih dari 140 cuitan dalam satu hari.
Lebih dari 140 cuitan diunggah Donald Trump, Rabu (22/1/2020) kemarin, bertepatan dengan hari kedua sidang senat mengenai permakzulan dirinya.
Donald Trump mengalahkan rekor sebelumnya, yaitu pada pertengahan Desember 2019 lalu, sebanyak 123 cuitan.
Sebagaimana yang diberitakan Politico.com, Donald Trump membanjiri akun Twitter-nya di hari kedua persidangan permakzulan (22/1/2020).
Ada 41 postingan antara jam 12 malam hingga jam 1 pagi, atau satu cuitan tiap 88 detik.
Data tersebut menurut perhitungan situs Factba.se, situs yang melacak dan mengindeks cuitan dan pidato Donald Trump.
Ia memecahkan rekornya sebelumnya, dengan lebih dari 120 cuitan pada Rabu sore.
Saat persidangan dimulai, Donald Trump mengunggah cuitan tentang kesepakan dagangnya dengan China.
Ia juga sempat memuja Presiden Xi sebagai "pria yang benar-benar mencintai negaranya."
Trump kemudian mencampur timeline-nya dengan membagiakan cuitan mengenai masa-masa suksesnya di World Economic Forum di Davos, Swiss.
Ia juga menyebutkan pemakzulan secara sporadis.
"NO PRESSURE," tulis Trump saat Adam Schiff (D-Calif.), Ketua Komite Legislatif sekaligus salah satu manajer pemakzulan Demokrat, menyampaikan pembukaannya.
Trump kemudian berbagi tweet dari anggota Kongres dan akun Team Trump yang mengutip pernyataan presiden dari wawancara dengan Maria Bartiromo dari Fox Business Network, Rabu pagi.
"Presiden Donald Trump: Ukraina mendapatkan uangnya dan mereka mendapatkannya lebih awal," tulis akun tersebut.
Trump mendekati rekornya sebelumnya, sebelum ia menjadi presiden.
Sebanyak 161 cuitan diunggahnya dalam 24 jam pada Januari 2015 lalu.
Selepas dari DPR AS, Ini Proses Pemakzulan Donald Trump Selanjutnya
Presiden Donald Trump diputus memenuhi dua pasal pemakzulan yang diajukan oleh DPR AS pada Rabu (18/12/2019).
Dua pasal pemakzulan Trump yang disidangkan itu adalah penyalahgunaan kekuasaan serta menghalangi penyelidikan Kongres.
Selepas dari DPR AS, agenda selanjutnya adalah membawa dua pasal pemakzulan itu ke level Senat yang dijadwalkan bersidang pada Januari 2020.
Di sini, pasal tersebut membutuhkan setidaknya dua per tiga dukungan dari total 100 senator untuk menyingkirkan Donald Trump dari jabatannya.
Ini berarti 67 senator harus memberikan dukungan, di mana Demokrat yang berjumlah 45 butuh setidaknya 22 orang Republik yang membelot.
Dilansir The Telegraph, Hakim Ketua Mahkamah Agung John Roberts bakal bertindak sebagai pengadil dalam sidang pemakzulan Trump.
Ke-100 senator itu bakal bertindak sebagai juri, di mana mereka akan mendengarkan dalam diam dua pasal pemakzulan yang menerpa presiden 73 tahun itu.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi bakal memilih kuasa hukumnya untuk membela pasal tersebut, dengan tim kepresidenan juga menunjuk pengacara terbaiknya.
Bagaimana sidang itu akan berlangsung, durasi, dan berapa banyak saksi yang dipanggil, bakal dibahas berdasarkan Konstitusi AS.
Trump sempat menyiratkan bahwa dia lebih menyukai durasi sidang yang panjang, di mana para pendukungnya bisa membantu membelokkan opini publik.
Sejumlah elite Republik telah melobi Demokrat agar Joe Biden dan putranya, Hunter, bisa dihadirkan di sidang sebagai saksi.
Joe Biden, yang merupakan calon rival Trump pada Pilpres AS 2020, adalah sosok yang memicu pemakzulan terhadap sang presiden.
Sebabnya, Trump sempat meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky guna menyelidiki Joe BIden dan Hunter pada Juli lalu.
Sementara Demokrat berusaha membujuk Republikan untuk menghadirkan saksi mereka sendiri, termasuk sejumlah pejabat AS yang dianggap terlibat.
Mereka adalah Penjabat Kepala Staf Gedung Putih Mick Mulvaney, ataupun mantan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton.
Namun, diprediksi Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell lebih memfavoritkan sidang dengan durasi dua pekan tanpa saksi.
Durasi itu bakal lebih pendek dari dua pendahulu Trump yang pernah dimakzulkan, yaitu Andrew Johnson (10 pekan) dan Bill Clinton (5 pekan).
Hasil sidang juga diyakini berpihak kepada sang presiden, di mana belum ada dari 53 senator yang berhasrat untuk membelot.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selepas dari DPR AS, Ini Proses Pemakzulan Donald Trump Selanjutnya"
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Kompas.com, Ardi Priyatno Utomo)