TRIBUNNEWS.COM - Orang pertama yang diketahui terinfeksi virus corona atau Wuhan coronavirus rupanya tidak pernah mengunjungi pasar Huanan, titik awal yang diduga kuat merupakan sumber munculnya virus.
Sebagaimana yang diberitakan South China Morning Post (25/1/2020), 7 dari peneliti tersebut bekerja di rumah sakit Jinyintan, rumah sakit yang ditunjuk khusus untuk menangani virus corona.
Hasil penelitian dipublikasikan dalam jurnal The Lancet pada Jumat (24/1/2020) lalu.
Para peneliti mengungkap bahwa gejala penyakit baru itu dilaporkan pertama kali pada tanggal 1 Desember 2019, jauh lebih awal dari pengumuman pemerintah Wuhan yaitu pada 31 Desember 2019.
Pada 31 Desmber 2019, ada 27 kasus infeksi seperti pneumonia yang masih misteri kala itu.
Menurut laporan, pasien pertama yang terjangkit virus corona tidak pernah terpapar pasar hewan laut Huanan di Wuhan.
Pasar Huanan tersebut telah ditutup pada 1 Januari 2020 karena menimbulkan kekhawatiran.
Dikonfirmasi kemudian bahwa virus memiliki hubungan dengan hewan-hewan liar yang dijual di sana.
Para peneliti kemudian menambahkan bahwa tidak ada keluarga pasien yang mengalami demam atau gejala gangguan pernafasan.
Juga, tidak ada hubungan epidemiologis antara pasien pertama dan pasien-pasien selanjutnya.
Peneliti menganalisis data dari 41 pasien yang dikonformasi terjangkit virus corona yang menunjukkan gejala sampai tanggal 2 Januari 2020.
Enam di antara pasien tersebut meninggal dunia, membuat tingkat kematian menjadi 15 persen.
Peneliti menekankan bahwa gejala pasien sangat mirip dengan gejala SARS yang mewabah di dunia pada 2002-2003 lalu.
Masih menurut laporan penelitian tersebut, pasien pertama yang meninggal dunia karena coronavirus memang sering mendatangi pasar Huanan sebelum akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit.
Ia mengalami demam selama 7 hari, batuk, dan kesulitan bernafas.
Lima hari setelah serangan gejala, istrinya, seorang wanita 53 tahun yang tak memiliki sejarah eksposur dari pasar, kemudian memperlihatkan gejala pneumonia.
Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit dan diisolasi.
Tidak adahnya hubungan antara pasar Huanan dan beberapa pasien menjadi indikator penuliaran virus antar manusia.
Peneliti juga mengidentifikasi 13 paseien lain yang juga tak pernah mengunjungi pasar Huanan.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi, yang menjadi objek penelitian, adalah pria.
Hampir setengah dari pasien memiliki penyakit lain, termasuk diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.
Menurut peneliti, semua pasien mengalami demam, kecuali satu orang.
Gejala yang paling umum lain yaitu batuk, nyeri otot dan kelelahan.
Beberapa kasus juga meliputi batuk berdahak, batuk darah, sakit kepala dan diare.
Lebih dari separuh pasien mengalami dyspnoea (kesulitan bernapas), dan waktu rata-rata antara penyerangan penyakit dan dyspnoea adalah delapan hari.
Dalam studi yang terpisah yang juga dipublikasikan di The Lancet di tanggal yang sama, tim dokter, termasuk ahli penyakit menular Yuen Kwok-yung, melaporkan bahwa virus corona mungkin muncul pada pasien yang tak menunjukkan gejala-gejala umum.
Kesimpulan tersebut berdasarkan penelitian pada satu keluarga beranggotakan 7 orang yang diteliti di University of Hong Kong-Shenzhen Hospital dari tanggal 10 hingga 15 Januari 2020.
6 anggota keluarga tersebut didiagnosis virus corona.
Sedangkan anggota keluarga ketujuh, yaitu anak laki-laki berusia 10 tahun, tidak menunjukkan gejala yang sama.
Namun, pemindaian CAT pada paru-paru bocah itu menujukkan adanya keanehan.
Hasil CAT scan itulah yang membuat dokter kemudian mendiagosisnya menderita virus corona.
Foto Suasana Pasar Tempat Coronavirus Berasal, Sayuran dan Hewan Jadi Satu, Katak Dipotong di Tempat
Berikut adalah gambaran suasana pasar tradisional di Wuhan yang diduga kuat menjadi sumber munculnya coronavirus, sebagaimana yang dilansir South China Morning Post.
Dalam foto, tampak seekor ayam yang diikat di keranjang sayur.
Ada pula talenan di atas ember yang digunakan sebagai meja atau tempat memotong.
Di sampingnya, ada seorang penjual katak.
Ada katak hidup yang diletakkan di ember.
Ada pula katak yang dipotong langsung di pasar untuk disajikan kepada pembeli.
Katak dipotong dalam satu ember, dagingnya disingkirkan tetapi masih diletakkan di ember yang sama, penuh darah.
Daging katak bercampur dengan daging lain, yaitu ikan.
Sang penjual memakai sarung tangan, tetapi sarung tangan yang dipakai adalah sarung tangan berbahan nilon yang biasa dipakai di bidang industri.
Di sampingnya, ada ember yang tidak dicuci serta timbangan digital kotor.
Seperti yang dilansir South China Morning Post, hingga 26 Januari 2020 pukul 9.55 WIB, sudah ada 2022 kasus terkonfirmasi di seluruh dunia.
Angka tersebut tidak termasuk 56 orang yang meninggal dunia yang semuanya berasal dari China.
24 kasus dikonfirmasi terjadi di negara-negara asia lainnya, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)