Polidaktili pun dimungkinkan memiliki unsur keturunan genetik atau dikaitkan dengan kondisi yang mendasarinya.
Kondisi ini biasanya terlihat pada pemindaian ultrasound.
Walau demikian, polidaktili merupakan kelainan yang masih dapat ditangani dengan tindakan operasi.
Pembedahan untuk menghilangkan kelebihan jari tersebut biasanya dilakukan ketika seorang anak berusia satu atau dua tahun.
Plydactylism atau Polydactyly (Polildactili) Dapat Dimanfaatkan Menjadi Kelebihan
Manusia pada umumnya memiliki lima jari pada masing-masing tangan dan kakinya.
Namun, kelainan polidaktili membuat jari tangan dan kaki mempunyai jumlah yang lebih dari normal.
Kondisi keelainan yang terjadi pada jari tangan atau kaki ternyata dapat menjadi sebuah kelebihan.
Dilansir Kompas.com, memang pada awalnya kelebihan jari dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu dan menghambat aktivitas sehari-hari.
Oleh karenanya, sering kali orang yang mengalami polidaktili ini memilih untuk melakukan amputasi pada jari ekstranya.
Tetapi, tertanya gerakan spesial dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kelaninan polidaktili.
Misalnya mengikat tali sepatu dengan satu tangan dapat melakukan lebih cepat dari pada orang yang hanya memiliki lima jari.
Selain itu, juga dapat mengetik lebih cepat di atas keyboar, bermain piano, bahkan mengendalikan stick controler game dengan lincah.
Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Nature communications, gerakan unik ini ternyata disebabkan oleh adanya sirkuit sistem syaraf khusus yang menghubungkan jari ekstra dengan otak.
Studi ini dilakukan oleh Etienne Burdet, bioengineer dari Imperial College, London.
Burdet memindai anatomi tangan dan otak seorang remaja berusia 17 tahun yang mengalami polidaktili.
Hasilnya, ditunjukkan bahwa jari ekstra tersebut dikontrol oleh jaringan otot dan saraf tersendiri, tidak bergantung pada jari lainnya seperti dugaan sebelumnya.
Hal ini membuktikan adanya potensi otak manusia untuk dapat mengendalikan bagian tubuh lain yang tidak ada dalam kondisi normal.
(Tribunnews.com/Nidaul Urwatul Wutsqa) (Grid.id) (Kompas.com/Julio Subagio)