TRIBUNNEWS.COM - Beijing berjanji untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang kontroversial di Hong Kong, tanpa penundaan sedikit pun.
Sebelumnya, Guardian melaporkan, polisi di wilayah semi-otonom itu menembakkan gas air mata ke arah para demonstran yang menentang keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara itu, di Beijing, Menteri luar negeri China, Wang Yi, mengatakan, undang-undang anti-hasutan yang diusulkan untuk menghentikan protes anti-pemerintah,
Sebagaimana diketahui, protes tersebut telah berlangsung selama setahun terakhir telah menjadi "kewajiban mendesak".
"Kita harus menyelesaikannya tanpa penundaan sedikit pun," kata Wang Yi yang dikutip Tribunnews dari The Guardian.
Baca: China Bersiap Ambil Tindakan Balasan Terhadap AS Jika Rusak Kepentingan di Hong Kong
Baca: Antisipasi Situasi Memanas, KJRI Hong Kong Minta WNI Waspada
Lebih lanjut, Wang mengatakan proses legislatif untuk menulis rincian hukum akan dimulai setelah keputusan yang diusulkan disetujui minggu depan di Kongres Rakyat Nasional China (NPC).
NPC dikenal sebagai parlemen karet negara tersebut, di mana para delegasi mengeluarkan kebijakan yang sudah disetujui.
Demonstran Hadapi Polisi Anti Huru Hara
Lebih jauh, ketika ribuan pemrotes di Hong Kong menentang perintah sosial, mereka menghadapi polisi anti huru hara, Minggu (24/5/2020).
Wang berusaha meredakan kekhawatiran tentang bagaimana undang-undang tersebut dapat digunakan terhadap para pengunjuk rasa, media dan kritikus pemerintah.
"Keputusan tersebut menargetkan serangkaian tindakan yang secara serius membahayakan keamanan nasional," kata Wang.
"Ini tidak berdampak pada otonomi tinggi Hong Kong dan hak-hak dan kebebasan penduduk Hong Kong atau hak-hak yang sah, kepentingan investor asing di Hong Kong," tegasnya.
Kamis lalu, NPC China membuat pengumuman bahwa mereka akan memaksakan hukum yang melarang subversi, separatisme, dan tindakan campur tangan asing terhadap Hong Kong.
Dalam apa yang dikatakan oleh kritikus dan pengamat hukum merupakan satu di antara pelanggaran paling terang-terangan terhadap "satu, negara, dua sistem".