TRIBUNNEWS.COM - Tewasnya George Floyd di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat menimbulkan aksi demo di hampir seluruh wilayah AS.
Aksi demo tak hanya berlangsung di AS, namun juga di beberapa negara Benua Eropa, termasuk Inggris yang ternyata memiliki kasus serupa.
Dikutip Tribunnews.com dari bbc.com, seorang peserta demo bernama Shayne mengungkap alasan mengapa demo juga terjadi di Inggris.
Shayne yang berada di London mengaku terkejut ada banyak orang yang melanggar protokol Covid-19 demi bisa ikut menyuarakan keadilan untuk George Floyd.
"Kami tak terpikir akan ada banyak orang yang bergabung dalam aksi protes, ini gila," ujar Shayne.
Shayne menyebut sakit hati yang dirasakan orang kulit hitam di AS bisa dirasakan oleh komunitas kulit hitam di Inggris.
Baca: Pemilik Bar Tembak Demonstran Kulit Hitam Pembela George Floyd hingga Tewas, Kini Bebas Hukuman
Baca: Tak Mau Dijarah saat Demo Bela George Floyd, Pemilik Toko Minuman Gunakan Senapan Militer M16
"Ada getaran besar yang terasa dalam demo karena Anda benar-benar bisa melihat bahwa semua orang ikut sakit hati," kata Shayne.
Shayne menyebut aksi demo di Inggris menunjukkan betapa kompaknya komunitas kulit hitam di sana.
Para wanita kulit hitam kompak berpakaian seperti gerakan Black Panther dengan sepatu militer.
"Ada banyak wanita kulit hitam yang dengan percaya diri menunjukkan rambut aslinya," ungkap Shayne.
"Kami ingin menunjukkan bahwa kami bangga atas diri kami dan kami tak perlu menyembunyikan kulit hitam kami supaya tetap hidup," tegasnya.
Baca: Demo Bela George Floyd Ricuh, 50 Agen Rahasia Gedung Putih Terluka, Donald Trump Diamankan di Bunker
Baca: Di Tengah Demo Ricuh Bela George Floyd, Donald Trump Melenggang ke Gereja yang Sempat Terbakar
Shayne menyebut meski George Floyd tewas di AS, namun ia mengingatkan bahwa penindasan kulit hitam juga terjadi di Inggris.
Seperti kasus pria kulit hitam Mark Duggan yang ditembak polisi hingga tewas di London pada 2011 lalu.
Saat itu Duggan ditangkap karena dicurigai atas kepemilikan senjata.