Alih-alih melepaskan lututnya, polisi yang menindihkan, Derek Chauvin tidak bergeming hingga Floyd tidak sadarkan diri.
Bahkan menurut penyidik, Chauvin menindih leher Floyd selama sembilan menit ditambah beberapa detik saat pria malang ini sudah tidak responsif.
Aksi protes ini membuka luka lama kakak Traore, Assa yang berbicara di tengah aksi demonstrasi itu.
"Hari ini kita tidak hanya berbicara tentang pertarungan keluarga Traore."
"Ini adalah perjuangan untuk semua orang. Ketika kami berjuang untuk George Floyd, kami berjuang untuk Adama Traore," katanya.
"Apa yang terjadi di Amerika Serikat adalah gaung dari apa yang terjadi di Prancis," tambah Assa.
Selain tindakan polisi yang berlebihan, kasus Traore dan George Floyd juga memiliki laporan kematian yang bertentangan.
Sama halnya dengan Traore, menurut otopsi awal Floyd dilaporkan meninggal karena masalah jantung bawaan.
Sedangkan otopsi yang dilakukan keluarganya mengatakan Floyd meninggal karena sesak napas akibat tekanan.
Baca: Prancis, Inggris, Jerman Sesalkan AS Akhiri 3 Sanksi Nuklir Iran
Baca: Gas Air Mata dan Semprotan Merica Berisiko Jadi Penyebab Penularan Corona di Tengah Kerusuhan AS
Otopsi resmi Floyd kemudian mengkonfirmasi bahwa pria malang ini meninggal dalam pembunuhan yang melibatkan 'kompresi leher'.
Aksi ini menyebabkan bentrok antara kepolisian Prancis dengan para pengunjuk rasa pada Selasa (2/6/2020) lalu.
Kepala polisi Paris menolak tuduhan rasisme terhadap pasukannya.
Sekitar 20.000 orang menentang larangan pertemuan massa untuk menghindari Covid-19 demi bergabung dengan demonstrasi.
Meski awalnya berjalan damai, arak-arakan ini tiba-tiba berubah mencekam.
Para demonstran melempari polisi dengan batu dan dibalas polisi dengan gas air mata.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)