TRIBUNNEWS.COM - Inggris dan China lagi-lagi saling beradu argumen terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan China kepada warga Muslim Uighur, Minggu (19/7/2020).
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengisyaratkan penangguhan ekstradisi Inggris kepada Hong Kong menyoal dugaan tersebut.
Raab sebelumnya menuduh Beijing melakukan sejumlah operasi penyiksaan kepada warga Uighur di Xinjiang, China Barat.
Inggris juga dikabarkan berencana menjatuhkan sanksi bagi pejabat China yang berkaitan dengan pelanggaran di Uighur.
Baca: POPULER INTERNASIONAL: Video Warga Uighur Diikat & Dipaksa hingga Sarung Tangan Top Gloves Malaysia
Baca: Video Warga Uighur Diikat dan Dipaksa Naik Kereta, Dubes Tiongkok: Itu Bukan di Xinjiang
Tuduhan itu dijawab China dengan mengancam akan menindak tegas Inggris bila memberlakukan saksi tersebut.
Adu ancaman antara Inggris dan China mengisyaratkan semakin memanasnya hubungan kedua negara ini.
Terlebih Inggris sentimen dengan China tidak hanya karena Uighur, tapi juga mempersoalkan UU Keamanan Nasional di Hong Kong.
Dikutip dari VOA, Hong Kong merupakan bekas jajahan Inggris yang diserahkan kepada China pada 1997.
Selain itu keputusan Inggris melarang Huawei masuk jaringan 5G di Inggris makin merusak hubungan bilateral keduanya.
Minggu (19/7/2020), Raab mengatakan pemerintah Inggris sedang meninjau peraturan ekstradisi Hong Kong.
Rencananya Senin (20/7/2020) ini parlemen akan membicarakan topik tersebut.
Baca: AS Sita Ekstensi Rambut dari China, Diduga Produk Kerja Paksa Anak dan Tahanan Uighur
Di sisi lain, awal bulan ini Australia telah menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong pascaresminya UU Keamanan Nasional.
Meski ingin membangun hubungan yang baik, Raab mengatakan tidak bisa membiarkan dugaan penyiksaan China kepada warga Uighur.
Menurut sejumlah laporan, China dikabarkan melakukan sterilisasi paksa untuk mengontrol populasi warga Uighur.